Fadli Zon Soroti Lima Komitmen Global demi Masa Depan Kebudayaan Dunia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Sep 2025, 11:09
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon pimpin pertemuan tingkat menteri CHANDI 2025 bahas komitmen global buat masa depan budaya, Denpasar, Kamis 4/9/2025. Menteri Kebudayaan Fadli Zon pimpin pertemuan tingkat menteri CHANDI 2025 bahas komitmen global buat masa depan budaya, Denpasar, Kamis 4/9/2025. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) merumuskan lima komitmen utama untuk masa depan kebudayaan global yang dibahas dalam pertemuan tingkat menteri Forum Culture, Heritage, Art, Narrative, Diplomacy, and Innovation (CHANDI) 2025 yang diselenggarakan di Bali. 

Dalam pernyataannya di Denpasar, Kamis, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa komitmen pertama adalah menyelaraskan kebudayaan dalam pembangunan berkelanjutan. Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat diplomasi budaya demi perdamaian dunia, serta mengedepankan pemanfaatan transformasi digital dan kecerdasan buatan (AI) secara etis dan bertanggung jawab. 

“Lalu pemberdayaan generasi muda serta industri budaya dan kreatif sebagai motor pertumbuhan inklusif, serta penguatan upaya pelestarian warisan budaya, repatriasi, dan pemberantasan perdagangan ilegal warisan budaya,” kata Menbud Fadli Zon. 

Mengusung tema "Culture Beyond 2030: Safeguarding Heritage, Building Peace, and Advancing Cultural and Creative Industries in a Digital Future", forum CHANDI 2025 dirancang sebagai tindak lanjut dari hasil MONDIACULT 2022. Fadli Zon menjelaskan bahwa dari pertemuan tersebut, muncul dorongan kuat agar kebudayaan diakui sebagai tujuan pembangunan yang berdiri sendiri dalam agenda global pasca-2030. 

Indonesia kemudian mengambil inisiatif melalui CHANDI 2025 untuk membangun forum diskusi strategis dan merumuskan arah kebijakan budaya ke depan. 

“CHANDI 2025 menjadi kesempatan yang dapat membuka ruang diskusi untuk membahas isu-isu vital budaya secara kolektif,” ujar Menbud Fadli Zon. 

Topik-topik besar yang dibahas dalam forum ini mencerminkan berbagai tantangan mendesak yang dihadapi dunia dalam upaya merancang masa depan budaya global setelah 2030. 

Isu pertama yang diangkat adalah ancaman perubahan iklim terhadap kelestarian warisan budaya. Delegasi menyampaikan bahwa saat ini sekitar satu dari enam warisan budaya dunia terancam oleh dampak iklim, dan hal ini menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan langkah-langkah pelestarian ke depan. 

Isu kedua menyangkut transformasi digital dan pemanfaatan kecerdasan buatan secara etis dalam ekosistem budaya. Masih adanya ketimpangan akses digital dan kebutuhan akan prinsip etika dalam penggunaan AI menjadi sorotan penting, terutama menyangkut transparansi, perizinan, serta ancaman terhadap keberagaman budaya. 

Isu ketiga menyoroti bagaimana budaya, melalui sektor Cultural and Creative Industries (CCIs), berpotensi menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya jika diberdayakan bersama generasi muda.

 

Sementara itu, isu keempat membahas perlindungan kebudayaan di tengah konflik. Banyak objek budaya menghadapi risiko perusakan, penjarahan, dan perdagangan ilegal. Namun, lemahnya kerangka hukum serta kurangnya kolaborasi lintas negara masih menjadi hambatan besar dalam upaya perlindungan tersebut. 

“Kita harus kembali menegaskan peran vital budaya dalam membangun masa depan yang berkelanjutan, memperkuat kerja sama dalam pelestarian warisan budaya, meningkatkan diplomasi budaya untuk perdamaian, dan memastikan transformasi digital dibarengi dengan inovasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan,” ujar Menbud Fadli. 

Dalam sesi diskusi, para delegasi dari berbagai negara turut menyampaikan kebijakan nasional mereka terkait keempat isu besar tersebut. Selain Menteri Kebudayaan Indonesia, forum ini juga dihadiri oleh ketua delegasi dari negara-negara seperti Zimbabwe, Brunei Darussalam, Libya, Palestina, Singapura, Suriah, Iran, Yordania, Uzbekistan, Venezuela, Kamboja, Fiji, Malaysia, Thailand, Aljazair, Armenia, Bangladesh, dan Belarus. 

Salah satu fokus utama yang banyak disorot adalah pentingnya diplomasi budaya sebagai upaya mencegah konflik. Budaya dipandang mampu menjadi sarana efektif dalam membangun perdamaian. Oleh karena itu, salah satu komitmen yang lahir dalam forum ini adalah mendorong penguatan diplomasi budaya di tingkat global. 

Menteri Kebudayaan Syria, Mohammed Yassin Saleh, menyampaikan pandangannya: 

“Budaya adalah inti dari diplomasi antarbangsa, serta jalan utama untuk membangun dunia yang lebih adil dan manusiawi, budaya memiliki kekuatan untuk menjadi kompas perdamaian, penggerak pembangunan, dan modal kemanusiaan dalam menghadapi masa depan,” 

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Menteri Kebudayaan Palestina terlebih dahulu menggambarkan dampak konflik bersenjata terhadap identitas bangsanya, termasuk hancurnya sejarah, memori kolektif, serta kerusakan yang menimpa simbol-simbol budaya nasional mereka. 

Sumber: ANTARA

 

 

x|close