Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung memeriksa mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Idianto, terkait dugaan pelanggaran etik. Pemeriksaan ini berlangsung seiring dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memintai keterangan Idianto sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut.
"Tim pengawasan Kejaksaan Agung sedang melakukan pemeriksaan dan mengklarifikasi terhadap beberapa pihak," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan,Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, Selasa, 26 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, selain Idianto, Jamwas juga memeriksa pihak lain yang diduga mengetahui dan memiliki keterkaitan. Namun, Anang belum merinci siapa saja pihak tersebut maupun hasil pemeriksaannya.
Baca Juga: Dasco Jelaskan soal Tunjangan Rumah Anggota DPR Rp50 Juta
“Belum tuntas pemeriksaannya. Masih klarifikasi dan sifatnya tertutup,” ujarnya.
Anang menegaskan bahwa proses ini tetap menjunjung asas praduga tak bersalah serta dilakukan berdasarkan fakta yang ada. Ia juga memastikan Kejagung menjalin komunikasi dengan KPK.
“Tim pengawasan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan teman-teman KPK,” kata Anang.
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa tiga jaksa Kejagung sebagai saksi, yakni Sekretaris Badan Pemulihan Aset Kejagung Idianto yang pernah menjabat Kajati Sumut, Kajari Mandailing Natal Muhammad Iqbal, dan Kepala Seksi Perdata serta Tata Usaha Negara Kejari Mandailing Natal Gomgoman Halomoan Simbolon.
Baca Juga: Polri Disebut jadi Mitra Rakyat di Tengah Krisis Lapangan Kerja
Pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut. Dua hari kemudian, lima orang ditetapkan sebagai tersangka: Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, PPK Satker PJN I Sumut Heliyanto, Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi, serta Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang.
KPK menduga enam proyek di dua klaster, dengan nilai total sekitar Rp231,8 miliar, menjadi ajang praktik suap. M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang diduga sebagai pemberi suap, sementara penerimanya adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar di klaster pertama, serta Heliyanto di klaster kedua.
(Sumber: Antara)