Ntvnews.id, Bangkok - Thailand dan Kamboja secara resmi telah menandatangani dokumen gencatan senjata serta kesepakatan implementasinya setelah menggelar pertemuan luar biasa Komite Perbatasan bilateral di Kuala Lumpur, Malaysia. Hal ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Negosiasi antara kedua negara dipimpin oleh menteri pertahanan masing-masing, dan dilakukan di hadapan para pengamat dari Malaysia, Amerika Serikat, dan China. Namun demikian, Balankura menegaskan bahwa “para pengamat tersebut tidak berpartisipasi langsung dalam negosiasi.”
Delegasi Thailand dipimpin oleh Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan Jenderal Nattaphon Narkphanit, sementara delegasi Kamboja dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Jenderal Tea Seikha.
“(Kedua pihak) hari ini menandatangani dokumen resmi mengenai gencatan senjata antara angkatan bersenjata kedua negara dan mengenai rezim implementasinya,” ujar Balankura dalam konferensi pers di Bangkok.
Ia menambahkan bahwa perjanjian ini memperkuat dan merinci kesepakatan yang sebelumnya dicapai dalam pertemuan kepala pemerintahan kedua negara pada 28 Juli lalu di Kuala Lumpur. Dalam perjanjian tersebut, Thailand dan Kamboja menyatakan sepakat untuk menghentikan seluruh penggunaan senjata, serta menghentikan serangan terhadap warga sipil, fasilitas sipil, maupun target militer di semua wilayah dan dalam segala situasi.
Kesepakatan itu juga menetapkan bahwa tidak akan ada perubahan posisi militer yang sudah ada sejak gencatan senjata mulai berlaku pada 28 Juli. Tidak diperbolehkan ada pemindahan pasukan baru ke wilayah perbatasan Thailand-Kamboja, dan patroli tidak boleh dilakukan mendekati posisi pasukan lawan.
Selain itu, kedua negara menyetujui bahwa personel militer yang telah ditangkap akan segera dibebaskan dan dipulangkan begitu permusuhan aktif berakhir. Sementara jenazah prajurit yang gugur harus dikembalikan ke negara asal mereka secara bermartabat dan tepat waktu dengan bantuan pihak lawan.
Dalam hal terjadi bentrokan bersenjata baru selama masa gencatan senjata, kedua pihak berkomitmen menyelesaikannya melalui negosiasi di tingkat komando lokal berdasarkan mekanisme bilateral yang telah ada. Tujuannya adalah mencegah eskalasi situasi.
Untuk menjaga stabilitas jangka panjang, Thailand dan Kamboja juga sepakat untuk menjalin komunikasi rutin antara distrik militer serta unit angkatan bersenjata yang berada di sepanjang perbatasan. Mereka berencana mengadakan pertemuan komite perbatasan regional dalam waktu dua minggu ke depan.
Lebih lanjut, kata Balankura, kedua negara menyepakati pentingnya komunikasi langsung dan teratur antara menteri pertahanan dan kepala staf angkatan bersenjata masing-masing, serta komitmen untuk tidak menyebarkan informasi palsu.
Kesepakatan ini mencakup pula sistem pemantauan dan verifikasi kepatuhan terhadap gencatan senjata. “Kedua pihak harus melaksanakan kesepahaman bersama yang dicapai pada 28 Juli, termasuk pembentukan kelompok pengamat dari ASEAN yang dipimpin oleh Malaysia (ketua ASEAN pada 2025),” kata Balankura.
Selama kelompok pengamat permanen belum terbentuk, pengawasan sementara akan dilakukan oleh atase militer negara-negara ASEAN yang telah terakreditasi di Thailand dan Kamboja, lanjutnya.
Thailand dan Kamboja juga telah menjadwalkan pertemuan Komite Perbatasan Umum bilateral berikutnya pada 7 Agustus, meskipun lokasi pastinya masih dalam pembahasan. “Jika diperlukan, pertemuan luar biasa komite dapat diadakan,” ujar Balankura.
Konflik antara kedua negara di wilayah perbatasan memuncak menjadi konfrontasi bersenjata pada 24 Juli, yang menyebabkan korban jiwa termasuk dari kalangan sipil. Kesepakatan gencatan senjata kemudian diumumkan awal Agustus, menyusul pertemuan antara Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet. Pertemuan ini dimediasi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur.
(Sumber: Antara)