Alasan Tom Lembong Laporkan 3 Hakim yang ke Mahkamah Agung

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Agu 2025, 16:27
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong melaporkan tiga hakim, yang memvonis dirinya bersalah dalam kasus importasi gula, ke Mahkamah Agung (MA), Senin, 4 Agustus 2025. Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong melaporkan tiga hakim, yang memvonis dirinya bersalah dalam kasus importasi gula, ke Mahkamah Agung (MA), Senin, 4 Agustus 2025. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, pada hari Senin melaporkan tiga orang hakim yang sebelumnya menjatuhkan vonis bersalah terhadap dirinya dalam perkara importasi gula ke Mahkamah Agung (MA).

Salah satu anggota tim kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyatakan bahwa pelaporan tersebut merupakan bentuk ikhtiar kliennya untuk mendorong adanya evaluasi dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Tiga hakim yang dimaksud dalam laporan tersebut adalah Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, serta Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S. Abdullah.

"Dia (Tom Lembong) ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar apa? Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia ini bisa dirasakan oleh semuanya," ujar Zaid saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Senin, 4 Agustus 2025.

Baca Juga: Kejagung: Abolisi Hanya Tom Lembong, Proses Hukum 10 Terdakwa Korupsi Gula Lain Tetap Berjalan

Zaid menambahkan bahwa Tom Lembong tidak menginginkan abolisi yang diterimanya dianggap sebagai akhir dari perjuangannya dalam menempuh jalur hukum.

"Jadi Pak Tom ini tidak semata-mata setelah dia bebas ya udah, kita selesai. Enggak, dia komitmen dengan perjuangannya. Ada yang harus dikoreksi, ada yang harus dievaluasi," katanya.

Lebih lanjut, Zaid menjelaskan bahwa alasan utama dari laporan tersebut adalah karena menurut mereka, hakim yang menangani perkara Tom tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah selama proses persidangan berlangsung.

"Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," terang Zaid.

Baca Juga: Mendikdasmen: Program CKG Bantu Pantau Asupan dan Kebugaran Siswa Sejak Dini

Ia juga menyampaikan bahwa selain mengajukan laporan ke Mahkamah Agung, pihaknya juga akan mengajukan laporan ke Komisi Yudisial, Ombudsman, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sebagai informasi, dalam perkara korupsi terkait importasi gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan pada periode 2015–2016, Tom Lembong dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan 6 bulan. Ia dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.

Tindakan korupsi tersebut dilakukan dengan cara menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah untuk periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan, tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong juga dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta. Jika denda itu tidak dibayarkan, maka digantikan dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Baca Juga: BYD Klaim Kuasai 7 Pasar Internasional di Semester Pertama 2025, Termasuk Indonesia

Namun demikian, pada tanggal 1 Agustus 2025, Tom Lembong resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, setelah menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang pada pukul 22.05 WIB, setelah Keputusan Presiden (Keppres) terkait abolisi ditandatangani oleh Presiden pada sore harinya, lalu diserahkan oleh pihak Kejaksaan ke Rutan Cipinang pada malam hari.

Sebagai catatan, abolisi merupakan hak prerogatif Presiden untuk menghapus tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum yang sedang berjalan. Hak ini diberikan dengan memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca Juga: PCO: Program Cek Kesehatan Gratis di Sekolah Jangkau Seluruh Indonesia hingga Akhir 2025

(Sumber : Antara)

x|close