Ntvnews.id, Jakarta – Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., mengimbau masyarakat agar tidak menjadikan kecerdasan buatan (AI) sebagai tempat untuk bercerita atau berkonsultasi mengenai persoalan hati dan kepribadian.
“Apa yang diungkapkan oleh AI mungkin betul, tapi apakah itu bisa suitable atau cocok untuk situasi kondisi orang ini saat ini, itu yang mesti dipertanyakan lebih lanjut. Kalau kaitannya dengan sesuatu misalnya masalah hati, kepribadian, ada baiknya untuk tidak selalu dengan AI konsultasinya,” kata psikolog yang akrab disapa Romi itu saat dihubungi ANTARA, Senin, 13 Oktober 2025.
Menurut Romi, jawaban yang diberikan oleh AI bisa saja bersifat umum dan seragam antara satu individu dengan yang lain, karena sumber datanya berasal dari pangkalan informasi yang sama.
Ia menjelaskan bahwa AI memang mampu mengolah dan menyusun jawaban berdasarkan data yang tersedia. Namun, ketika masalah yang dibahas bersifat personal, seperti menyangkut kepribadian atau kondisi emosional seseorang, hasil dari AI berpotensi kurang tepat karena tidak memperhitungkan situasi nyata individu tersebut.
Baca Juga: Ada Layanan Psikolog di 28 Puskesmas Jakarta
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Prof Rose Mini Agoes Salim (Istimewa)
“Bagaimana dia meresponsnya, beradaptasi dengan masalahnya, bagaimana dia juga kemudian mencari jalan keluar dari masalahnya. Hal itu kan kalau kita konsultasi ke seseorang manusia, maka kemungkinan akan dipertimbangkan hal-hal yang lain,” jelas Romi.
Romi menambahkan, dalam konsultasi langsung dengan manusia, banyak aspek yang turut menjadi bahan pertimbangan, bukan sekadar data tentang permasalahan yang dihadapi.
Ia memahami bahwa sebagian orang mungkin merasa lebih aman berbicara dengan AI karena beranggapan AI bukan manusia, sehingga tidak ada rasa takut dihakimi atau rahasianya tersebar. Namun, menurutnya, jika seseorang merasa tidak memiliki teman dekat untuk diajak bicara, lebih baik menghubungi psikolog profesional, bukan karena orang tersebut memiliki gangguan mental, tetapi demi mendapatkan pendampingan yang tepat.
Meski curhat dengan teman dekat terasa lebih nyaman karena adanya kedekatan emosional, Romi mengingatkan bahwa nasihat dari orang terdekat kadang tidak sepenuhnya objektif. “Teman yang terlalu memahami kita kadang memberikan saran belum tentu sesuatu yang objektif, tapi berdasarkan pendirian-pendirian tertentu,” ujarnya.
Baca Juga: Wamen Ekraf: Kecerdasan Buatan Harus Hadir sebagai Solusi Praktis dalam Kehidupan
Sebaliknya, menurut dia, seorang profesional akan memberikan pandangan dan saran yang lebih netral karena didasarkan pada keahlian dan pendekatan ilmiah.
“Ada baiknya memberikan kesempatan pada diri orang ini yang perlu konsultasi itu untuk mengevaluasi dulu. Apakah saya memang tidak sama sekali membutuhkan orang untuk curhat, atau memang hanya dengan butuh dengan AI. Karena jangan sampai dengan hasil informasi yang diberikan AI bisa jadi salah jalan juga,” ujar Romi.
Lebih lanjut, Romi menekankan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, sehingga interaksi langsung dengan sesama manusia memiliki peran penting bagi kesejahteraan psikologis.
“Kalau kadang-kadang cari informasi yang kecil tentang sesuatu ‘saya kok suka cemas ya apa ya penyebabnya bisa ini bisa ini’, nah itu mungkin masih bisa ya. Tapi kalau misalnya sudah mendalam, kalau menurut saya sebaiknya tidak dengan AI lagi,” jelasnya.
(Sumber: Antara)