Ntvnews.id, Jakarta - Setahun sudah kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT) berjalan. Hasilnya mulai terasa nyata: Indonesia menapaki arah baru menuju energi yang mandiri, bersih, dan berkelanjutan.
Langkah ini menjadi jawaban atas tantangan global, ketika harga energi fosil terus melonjak dan menekan devisa negara. Pemerintah pun mempercepat transisi menuju sumber energi yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi besar EBT di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu langkah utama adalah penerapan program bioenergi B40, campuran 40 persen biodiesel dari minyak sawit dan 60 persen solar. Program ini kini menjadi salah satu penopang utama kebijakan energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa hingga September 2025, realisasi program campuran bahan bakar biodiesel 40 persen atau B40 telah mencapai 10,57 juta kiloliter.
“Program ini juga meningkatkan nilai tambah Crude Palm Oil (CPO) hingga Rp14,7 triliun,” ucapnya di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
Baca Juga: Bahlil Laporkan Perkembangan IUP dan Program Energi Bersih ke Prabowo
Bahlil menambahkan, program B40 tidak hanya membantu perekonomian, tetapi juga menjadi bagian dari upaya pengurangan emisi karbon. Kebijakan ini telah menghemat devisa hingga Rp93,43 triliun, menyerap lebih dari 1,3 juta tenaga kerja, dan menurunkan emisi karbon hingga 28 juta ton.
“Petani sawit menjadi pahlawan energi baru. Program transisi energi ini membuka lapangan kerja baru sambil menjaga kelestarian bumi. Dari kebun sawit rakyat hingga tangki kendaraan bermotor, rantai nilai biodiesel telah menjadi bukti Indonesia mampu menciptakan ekosistem energi yang mandiri, berkelanjutan, dan berkeadilan,” ujar Bahlil.
Selain bioenergi, pemerintah juga mempercepat pengembangan pembangkit listrik berbasis energi bersih, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
“Pemerintah sudah meresmikan puluhan pembangkit energi terbarukan, mempercepat proyek PLTS berkapasitas 100 gigawatt (GW),” kata Bahlil.
Baca Juga: Arsari Tambang Luncurkan Envirotin, Timah Ramah Lingkungan untuk Dukung Transisi Energi Bersih
Dua peresmian besar menjadi momentum penting tahun ini. Pada 20 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan 26 pembangkit listrik dengan total kapasitas 3,2 gigawatt (GW), di mana 89 persen di antaranya berbasis EBT.
Lalu, pada 26 Juni 2025, pemerintah kembali meresmikan 55 pembangkit listrik baru dengan kapasitas 379,7 megawatt (MW), terdiri atas delapan PLT Panas Bumi dan sisanya PLTS di 15 provinsi.
Pemerintah juga melibatkan masyarakat dalam gerakan energi bersih ini. Di sejumlah desa, PLTS komunal telah membawa perubahan besar: biaya listrik turun, kegiatan ekonomi tumbuh, dan kualitas hidup masyarakat meningkat.
“Pemerintah melibatkan koperasi desa dalam transisi energi. Ekonomi dan ekologi tidak harus dipertentangkan, keduanya bersinergi menciptakan fondasi pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan merata,” tutur Bahlil.
Ke depan, pemerintah menargetkan bauran EBT nasional mencapai 19–23 persen pada tahun 2030, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia serius melangkah menuju masa depan energi bersih dan berkelanjutan, dengan kemakmuran, lingkungan, dan kemajuan ekonomi berjalan beriringan