Eks Pimpinan Desak KPK Buka-bukaan Rp2,7 Triliun di Kasus Mantan Bupati Konawe Utara

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Des 2025, 11:01
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Arsip. Tersangka mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (tengah), bersiap meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/aa. Arsip. Tersangka mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (tengah), bersiap meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/aa. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, menilai pimpinan KPK periode 2024-2029 perlu memberikan penjelasan kepada publik terkait kerugian negara hingga Rp2,7 triliun dalam kasus dugaan korupsi mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman.

“Jadi, dia harus menjelaskan kalau memang enggak ada hitungan, di mana enggak ada hitungannya? Apa dasarnya? Yang diumumkan oleh Saut dan Febri (Jubir KPK pada 2017, Febri Diansyah, red.) itu mana dia? Siapa penyidiknya?” ujar Saut saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa, 30 Desember 2025.

“Tanyakan penyidiknya dong. Siapa penyidiknya waktu itu? Kami mengumumkan itu bukan karena saya sendiri. Itu lima pimpinan yang memutuskan,” tambahnya.

Menurut Saut, KPK periode saat ini perlu menjelaskan lebih lanjut karena menghentikan penyidikan kasus Aswad Sulaiman dengan pertimbangan ketidakcukupan bukti akibat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengalami kendala dalam menghitung kerugian keuangan negara.

Saut menegaskan bahwa pimpinan KPK periode 2015-2019 secara tegas menyatakan bahwa Aswad Sulaiman menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,7 triliun.

Baca Juga: KPK Tegaskan Tidak Ada Intervensi dalam Penghentian Kasus Dugaan Korupsi Aswad Sulaiman

Eks Pimpinan KPK, Saut Situmorang dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV/tangkapan layar Eks Pimpinan KPK, Saut Situmorang dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV/tangkapan layar

“Iya, dia harus jelaskan terus yang dulu itu bagaimana gitu? Memangnya yang dulu itu kami paksa-paksa supaya ketemu angkanya? Enggak bisa juga kan (kami paksa, red.) misalnya,” katanya.

Saut juga menambahkan bahwa KPK pada saat itu sudah bekerja sama dengan BPK RI sebelum menetapkan status tersangka Aswad Sulaiman.

“Oh iya, sudah. Ya kan kami enggak boleh asal sebut. Dasarnya apa? Nanti kami jadi bahan omongan,” ujarnya.

Ia menekankan, KPK periode 2024-2029 perlu menjelaskan apakah pengumuman status tersangka dan estimasi kerugian negara yang dilakukan KPK pada 3 Oktober 2017 keliru atau tidak.

“Cari dan temui penyidik yang sebelumnya itu. Sudah ditanya enggak? Agar ‘oh berarti pimpinan sebelumnya ini ngaco semua nih’. Iya kan? Iya dong? Benar enggak? Kenapa mengumumkan sesuatu ini? Ya itu yang kembali lagi saya bilang, please (tolong, red.), transparan, akuntabel, terus kemudian bebas kepentingan, dan anda harus jujur,” ujarnya.

Baca Juga: KPK Hentikan Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Eks Bupati Konawe Utara

Arsip. Tersangka mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (tengah), bersiap meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/aa. <b>(Antara)</b> Arsip. Tersangka mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (tengah), bersiap meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/aa. (Antara)

Pada 3 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman selaku Penjabat Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 dan Bupati Konawe Utara periode 2011–2016 sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, tahun 2007–2014.

KPK menduga Aswad Sulaiman mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum. Selain itu, selama 2007–2009, Aswad Sulaiman diduga menerima suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan pengaju izin kuasa pertambangan.

Pada 14 September 2023, KPK berencana menahan Aswad Sulaiman, namun batal karena yang bersangkutan dilarikan ke rumah sakit. Selanjutnya, pada 26 Desember 2025, KPK mengumumkan penghentian penyidikan kasus tersebut karena tidak ditemukan kecukupan bukti.

Pada 29 Desember 2025, KPK menyatakan kendala BPK RI dalam menghitung kerugian negara menjadi salah satu alasan tidak adanya kecukupan bukti untuk melanjutkan proses penyidikan.

(Sumber: Antara) 

x|close