UNESCO dan AMSI Gelar Pertemuan Editor untuk Perkuat Tata Kelola Digital Berbasis HAM

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 11 Des 2025, 13:44
thumbnail-author
Dedi
Penulis & Editor
Bagikan
Direktur Kantor Regional UNESCO Jakarta, Maki Katsuno-Hayashikawa Bersama Pengurus AMSI Direktur Kantor Regional UNESCO Jakarta, Maki Katsuno-Hayashikawa Bersama Pengurus AMSI (NTVNews.id: Dedi)


Ntvnews.id
, Jakarta - Upaya memperkuat tata kelola ruang digital Indonesia yang aman, inklusif, dan menghormati hak asasi manusia kembali mengemuka dalam Editors Meeting: Strengthening Multistakeholder Collaboration for Human Rights-Based Digital Governance, yang digelar hari ini di kantor UNESCO Jakarta.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dengan dukungan UNESCO, dan menghadirkan para pemimpin redaksi dari berbagai media nasional serta anggota Koalisi Damai, sebuah konsorsium 16 organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu tata kelola digital.

Pertemuan yang berlangsung di Sentral Senayan I ini bertujuan membuka ruang dialog lintas sektor untuk membahas sejumlah tantangan digital, mulai dari moderasi konten, disinformasi, ujaran kebencian, hingga perlindungan kebebasan berpendapat.

Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika membuka acara dengan menekankan pentingnya kolaborasi antara media dan masyarakat sipil dalam mengawal ruang digital.

“AMSI merasa terhormat sekali bisa menjadi bagian dari program ini. Harapan saya semoga acara hari ini dengan teman-teman editor bisa menjadi bagian dari ongoing effort kita untuk memastikan digital governance yang berbasis HAM di platform media sosial,” ujarnya dalam sambutan.

Baca Juga: AMSI Mendesak Pemerintah Bergerak Cepat Tangani Korban Bencana Banjir Besar Sumatera

Ia juga menyoroti perlunya mendorong ruang digital yang tidak hanya diatur oleh algoritma platform, tetapi membuka ruang bagi publik untuk memiliki otoritas dalam ekosistem digital.

Direktur Kantor Regional UNESCO Jakarta, Maki Katsuno-Hayashikawa, menegaskan bahwa persoalan tata kelola platform digital bukan hanya isu nasional, melainkan tantangan global.

“Tata kelola platform digital mungkin menjadi salah satu tantangan terbesar saat ini. Kita harus memastikan keamanan, privasi, dan otonomi para pengguna, namun pada saat yang sama tetap menjaga kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi,” kata Katsuno.

Ia juga menyoroti konsentrasi kekuasaan teknologi di tangan perusahaan besar yang dapat memengaruhi privasi, keberagaman informasi, dan keberlanjutan jurnalisme. Karena itu, ia menilai kehadiran media dan organisasi masyarakat sipil dalam forum seperti ini sangat penting.

“Ini adalah isu yang tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Kita membutuhkan berbagai jenis keahlian, mulai dari media hingga organisasi masyarakat sipil,” paparnya.

Sesi dilanjutkan dengan pemaparan Koalisi Damai yang difasilitasi Direktur Eksekutif AMSI, Elin Y. Kristanti. Koalisi Damai merupakan forum lintas organisasi yang dibentuk sejak 2021 melalui program Social Media 4 Peace yang didanai Uni Eropa dan difasilitasi UNESCO.

Baca Juga:  AMSI Beri Masukan ke Komite Percepatan Reformasi Polri

Perwakilan Koalisi Damai menjelaskan visi mereka membangun ruang digital yang adil dan demokratis, serta komitmen memperkuat kebijakan digital berbasis HAM.

“Koalisi Damai mendorong kebijakan ruang digital yang menjamin penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan agar dapat berkontribusi dalam menciptakan ruang digital yang menghormati HAM,” ujar perwakilan Koalisi.

Dalam raker terbaru, Koalisi menetapkan tiga agenda utama tahun 2026:
1. Uji materi Keputusan Menteri 522 yang dipimpin AJI.
2. Pernyataan bersama tentang pedoman ASEAN untuk regulasi platform digital.
3. Pengiriman delegasi ke konferensi internasional di Pretoria.

Koalisi juga memusatkan advokasi pada empat isu strategis, yaitu moderasi konten, tanggung jawab platform, perlindungan anak, serta alternatif media dan informasi.

Sejumlah peserta yang hadir, mulai dari editor media arus utama hingga peneliti dan aktivis, berbagi pengalaman terkait tantangan sehari-hari dalam mengelola konten digital, lonjakan hoaks, tekanan algoritma, serta isu pasca-demonstrasi nasional beberapa waktu lalu.

Para pemimpin redaksi juga menyampaikan tantangan redaksi dalam memberitakan topik sensitif tanpa memperbesar risiko misinformasi maupun polarisasi publik.

Pertemuan ini dirancang sebagai forum tertutup untuk memungkinkan diskusi terbuka dan mendalam mengenai peluang kerja sama, termasuk kampanye bersama, penguatan literasi digital publik, serta advokasi kebijakan digital yang lebih transparan.

x|close