Kuasa Hukum Nadiem: Chrome OS Dinilai Lebih Hemat Dibanding Windows

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Des 2025, 18:56
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kuasa hukum mantan Mendikbduristek Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir (tengah) berbicara dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 9 Desember 2025. (ANTARA/Nadia Putri Rahmani) Kuasa hukum mantan Mendikbduristek Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir (tengah) berbicara dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 9 Desember 2025. (ANTARA/Nadia Putri Rahmani) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, menyatakan bahwa penggunaan Chrome OS dalam proyek pengadaan laptop Chromebook jauh lebih efisien secara biaya ketimbang memakai sistem operasi Windows.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers yang digelar usai pelimpahan berkas perkara kliennya, yang kini berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat TIK dan Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022, ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Jika dibandingkan sistem operasi Chrome dengan Windows secara apple to apple (setara), praktis langsung terjadi penghematan karena sistem operasi Chrome itu gratis, sedangkan sistem operasi Windows adalah berbayar,” ujar Dodi di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, 9 Desember 2025.

Ia menjelaskan, apabila Windows digunakan sebagai sistem operasi dalam pengadaan perangkat TIK tersebut, maka beban biaya akan meningkat dan berdampak langsung pada keuangan negara.

Baca Juga: JPU Kejaksaan RI Limpahkan Nadiem Makarim Dkk ke PN Jakpus

Selain itu, Dodi menilai penghematan juga terjadi pada aspek penggunaan layanan Chrome Device Management (CDM).

“Kira-kira kalau Chrome Device Management itu 20 dolar AS, sedangkan Windows minimum 50 dolar AS, bahkan bisa lebih,” katanya.

Dodi menambahkan, skema pembayaran sistem operasi dan CDM Windows dilakukan secara berkala, sementara Chrome OS dan CDM Chrome hanya memerlukan pembayaran satu kali untuk selamanya. Dengan demikian, pilihan menggunakan Chrome OS disebut lebih ekonomis.

Menurutnya, kebijakan Nadiem dalam menyetujui penggunaan Chrome OS dari usulan pejabat teknis justru melindungi keuangan negara.

“Kebijakan Nadiem yang menyetujui usulan penggunaan Chrome OS dari pejabat-pejabat di bawahnya, telah menyelamatkan keuangan negara setidaknya sebesar Rp1,2 triliun,” ujarnya.

Dodi juga menegaskan bahwa perangkat keras yang menggunakan Chrome OS umumnya memiliki kebutuhan spesifikasi yang lebih rendah, sehingga biaya pengadaannya pun lebih murah.

“Spesifikasi hardware yang menggunakan Chrome OS sebagai sistem operasi, itu sangat murah karena dengan spesifikasi minimal, bahkan komputer-komputer yang sudah tidak dipakai, yang sudah usang untuk mendukung sistem operasi Windows, itu bisa dipakai,” ucapnya.

Terkait isu harga perangkat keras yang dinilai terlalu tinggi, Dodi menyatakan bahwa hal tersebut tidak berada pada kewenangan kebijakan menteri.

“Itu tentunya berada pada area yang lain karena pengadaan itu dikoordinasi, dilaksanakan melalui koordinasi LKPP dan sistem pengadaan digital yang ranahnya bukan berada pada ranah kebijakan menteri,” katanya.

Baca Juga: Kejagung Limpahkan Kasus Nadiem ke Pengadilan Pekan Depan?

Pada hari sebelumnya, Senin 8 Desember 2025, Kejaksaan Agung mengumumkan hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut yang mencapai Rp2,1 triliun. Direktur Penuntutan pada Jampidsus, Riono Budisantoso, menjelaskan kronologi awal perkara tersebut.

Ia menyebut bahwa tim teknis sebenarnya telah menyampaikan kepada Nadiem bahwa spesifikasi pengadaan TIK pada tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu. Namun hasil kajian itu justru diarahkan untuk merekomendasikan Chrome OS sehingga berujung pada pembelian Chromebook.

“Perlu diketahui bahwa pada tahun 2018, Kemendikbudristek pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome dan penerapannya dinilai gagal. Namun, pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai dengan 2022 tanpa dasar teknis yang objektif,” ungkap Riono.

Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya mengarah pada produk tertentu, tetapi juga dinilai menguntungkan sejumlah pihak di internal Kemendikbudristek maupun para penyedia barang dan jasa.

Terdapat indikasi perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum, termasuk adanya dugaan penerimaan uang oleh pejabat negara dalam proses tersebut.

(Sumber: Antara)

x|close