Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mendorong pihak-pihak yang tidak sepakat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru untuk segera menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam keterangannya di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, 25 November 2025, Jimly menegaskan bahwa mekanisme uji materi adalah langkah paling tepat jika terdapat keberatan atas sejumlah ketentuan yang telah disepakati dalam pembahasan legislasi.
"Kalau tidak setuju, kalau ada yang abuse gitu, segera saja ajukan ke MK," ujar Jimly.
Ia menjelaskan bahwa KUHAP yang akan mulai diberlakukan tahun depan merupakan produk legislasi yang sudah final secara material setelah disetujui DPR. Karena itu, masyarakat atau lembaga yang keberatan tak perlu menunggu proses administratif penandatanganan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Jimly Targetkan Rumusan Revisi UU Polri Rampung Akhir Januari 2026
Jimly menegaskan bahwa mekanisme konstitusional tersebut dapat diakses tanpa harus menunggu masa 30 hari sebagaimana lazimnya proses pengesahan undang-undang.
"Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden," katanya.
Lebih lanjut, Jimly berpendapat bahwa uji materi lebih relevan ditempuh ketimbang mendesak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Menurutnya, undang-undang yang telah disahkan sudah memiliki ruang koreksi yang memadai melalui Mahkamah Konstitusi.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof Jimly Asshiddiqie (Istimewa)
Ia juga menyarankan agar MK membangun praktik persidangan yang memberikan peluang pengujian terhadap rancangan undang-undang yang sudah disetujui DPR tanpa harus menunggu proses pengundangan.
"Maka tidak usah nunggu 30 hari, ajukan saja ke MK dan MK pun harus membangun tradisi bahwa tidak usah nunggu diundangkan dulu pakai nomor baru diuji," kata Jimly.
Baca Juga: 10 Nama Anggota Komite Percepatan Reformasi Polri, Jimly Ketua, Ada 3 Eks Kapolri dan Mahfud
"Jadi, rancangan undang-undang yang sudah ketok palu itu sudah final secara material, daripada nanti menimbulkan korban, segera saja diuji, minta prioritas sidang cepat. Jangan Perppu dong," imbuhnya.
Di sisi lain, Jimly juga menyoroti aspek positif dari KUHAP yang baru, terutama dalam hal penguatan mekanisme keadilan restoratif di dalam sistem peradilan pidana.
"Ini kan pasangan hukum material dan hukum formilnya. Di dalamnya salah satu yang juga mengalami penguatan kebijakan ialah mekanisme restorative justice, peradilan yang memulihkan, bukan sekadar membalas kesalahan," kata Jimly.
"Nah ini filosofi baru yang mudah-mudahan lebih sesuai dengan karakter negara hukum kita," imbuhnya.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof Jimly Asshiddiqie (Istimewa)