Ntvnews.id, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa baru mengenai konsep pajak yang berkeadilan sebagai respons atas kegelisahan masyarakat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak seimbang dan menimbulkan persoalan sosial.
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam Munas XI MUI di Jakarta, Minggu, 23 November 2025, menjelaskan bahwa objek pajak seharusnya hanya diterapkan pada kepemilikan harta yang dapat digunakan secara produktif atau tergolong kebutuhan sekunder dan tersier.
“Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pajak pada dasarnya dibebankan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial memadai.
“Kalau analog dengan kewajiban zakat, kemampuan finansial itu secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. Ini bisa jadi batas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak),” kata dia.
Baca Juga: Anwar Iskandar Terpilih Sebagai Ketua Umum MUI Periode 2025-2030
Melalui fatwa ini, MUI merekomendasikan sejumlah langkah, termasuk peninjauan ulang terhadap berbagai beban perpajakan, terutama pajak progresif yang dianggap terlalu tinggi.
“Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak waris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Rekomendasi tersebut dimaksudkan agar kebijakan pajak disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak, sehingga penerapannya lebih adil dan merata.
Baca Juga: Kemenag Tegaskan Komite Fatwa Halal Tidak Akan Gantikan MUI
"Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak para mafia pajak dalam rangka untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat," katanya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah bersama DPR juga diminta mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang dinilai kurang adil serta menjadikan fatwa baru ini sebagai rujukan.
Ia menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban mengelola dana pajak secara amanah, sementara masyarakat tetap perlu menaati kewajiban perpajakan.
"Masyarakat perlu menaati pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah jika digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum," katanya.
Pada Munas XI ini, MUI juga menetapkan empat fatwa lain, yakni terkait kedudukan rekening dormant, pedoman pengelolaan sampah di sungai dan laut untuk kemaslahatan, status saldo kartu uang elektronik yang hilang atau rusak, serta kedudukan manfaat asuransi kematian pada Asuransi Jiwa Syariah.
(Sumber: Antara)
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam Munas XI MUI di Jakarta, Minggu, 23 November 2025. ANTARA/HO-Majelis Ulama Indonesia. (Antara)