Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah mengimbau masyarakat yang memiliki sertifikat tanah terbitan 1961–1997 untuk segera memperbaruinya menjadi sertifikat elektronik guna mencegah potensi sengketa pertanahan. Sertifikat lama dinilai belum dilengkapi peta kadastral sehingga batas dan lokasi bidang tanah tidak terekam secara pasti, membuatnya rawan tumpang tindih dan menimbulkan klaim ganda.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjelaskan bahwa proses pembaruan dapat dilakukan dengan mengecek sertifikat yang dimiliki dan mendatangi kantor BPN setempat apabila dokumen tersebut diterbitkan pada rentang tahun tersebut.
Pemilik tanah kemudian dapat meminta pengecekan serta pemutakhiran data agar informasi tanah tersinkronisasi dengan sistem pertanahan digital.
Pemerintah menegaskan pemutakhiran sertifikat memberikan sejumlah manfaat, termasuk kepastian hukum bagi pemilik tanah, perlindungan hak masyarakat dari penyeborbotan tanah, serta mengurangi potensi konflik pertanahan di masa depan.
Berdasarkan data ATR/BPN per 13 November 2025, terdapat sekitar 4,8 juta hektare lahan yang berpotensi bermasalah akibat tumpang tindih dan ketidaksesuaian data sertifikat.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa pemutakhiran data sertifikat tanah sangat penting untuk mencegah konflik. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak menunda pembaruan demi menghindari persoalan di kemudian hari.
Berikut Infografiknya:
Infografik: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengingatkan masyarakat yang memiliki sertifikat tanah dengan tahun terbit 1961-1997 untuk memperbarui ke sertifikat elektronik guna menghindari sengketa pertanahan. (Antara)
Baca Juga: PN Jaksel Tegaskan Sengketa Pemberitaan Harus Diselesaikan lewat Dewan Pers
Infografik: Pemerintah mengingatkan masyarakat yang memiliki sertifikat tanah dengan tahun terbit 1961-1997 untuk memperbarui ke sertifikat elektronik guna menghindari sengketa pertanahan. (Antara)