Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny Pangaribuan mengungkapkan dua pengusaha swasta, Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra, didakwa memberikan suap senilai 199 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,55 miliar kepada Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
Suap tersebut terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan di PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2024–2025.
“Uang diberikan agar Dicky membantu mengatur agar PT PML tetap bisa bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam pemanfaatan kawasan hutan di register 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung,” ujar Tonny saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa.
Djunaidi diketahui menjabat sebagai direktur PT PML, sementara Aditya merupakan asisten pribadi sekaligus staf perizinan di PT SBG.
Keduanya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 KUHP.
Awal Kasus dari Sengketa Lama
Perkara ini bermula sejak tahun 2009, ketika PT Inhutani V menandatangani kerja sama pengelolaan hutan tanaman dengan PT PML atas lahan yang diizinkan kepada PT Inhutani V.
Namun, pada 2014 muncul sengketa antara kedua pihak hingga PT PML mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Gugatan itu dimenangkan oleh PT PML, dan putusan tersebut dikuatkan oleh Mahkamah Agung (MA) setelah melalui proses banding di PN Jakarta Pusat.
Usai putusan MA, kedua perusahaan sepakat mengakhiri sengketa pada 1 November 2018 dan menandatangani kerja sama baru.
Baca Juga: Eks Dirjen Aptika Kominfo Didakwa Terima Suap Rp6 Miliar dalam Kasus Korupsi PDNS
Rangkaian Suap
JPU menjelaskan bahwa pada 6 Juni 2024, di Bandar Lampung, kedua perusahaan kembali menggelar rapat untuk membahas perpanjangan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) serta Rencana Kerja Usaha (RKU) PT Inhutani V Unit Lampung.
Dalam pertemuan itu disepakati kerja sama berlanjut, dengan PT PML wajib membayar ganti rugi dan denda sebagaimana putusan MA.
Kemudian, pada 18 Juli 2024, Dicky mengajukan surat usulan revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Surat itu telah mengakomodasi permintaan PT PML, namun tidak mencantumkan kondisi lahan sebenarnya yang seluruhnya telah dikerjasamakan dengan PT PML tanpa laporan resmi ke Menteri LHK.
Setelah pengajuan itu, Dicky meminta uang kepada Djunaidi untuk kepentingan pribadinya. Djunaidi menyanggupi permintaan tersebut agar kerja sama tidak terganggu.
Pada 21 Agustus 2024, keduanya bertemu, dan Djunaidi menyerahkan 10 ribu dolar Singapura kepada Dicky dalam pecahan 100 dolar Singapura.
Uang untuk Mobil Mewah
Tidak berhenti di situ, pada 23 Juli 2025, Djunaidi kembali bertemu Dicky untuk membahas kerja sama tanam tebu. Dalam kesempatan itu, Dicky meminta agar mobil Mitsubishi Pajero Sport miliknya diganti dengan mobil SUV baru, seperti Jeep Rubicon.
Djunaidi menyetujui permintaan tersebut dan meminta Aditya menyiapkan uang dalam bentuk dolar Singapura senilai 189 ribu dolar Singapura, yang dikemas dalam koran bekas dan dimasukkan ke tas untuk diserahkan kepada Dicky di Wisma Perhutani.
(Sumber: Antara)
Dua pengusaha swasta, Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 11 November 2025. (ANTARA/Agatha Olivia Victoria) (Antara)