Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), tampak murka ketika meninjau langsung lahan miliknya seluas 16,4 hektare di Jalan Metro Tanjung, Kecamatan Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan.
Lahan yang telah ia miliki puluhan tahun itu kini menjadi objek sengketa dan diduga telah diambil alih secara tidak sah. Dengan nada tegas, JK menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan miliknya yang sah dan menuding adanya permainan mafia tanah di balik kasus ini.
“Saya mau lihat, saya punya tanah. Itu kesimpulannya,” ujar JK dalam video beredar seperti dilansir pada Kamis, 6 November 2025.
Raut marah terlihat jelas saat JK menjelaskan bahwa lahan itu dibeli langsung dari ahli waris Raja Gowa sekitar 35 tahun lalu, lengkap dengan bukti legalitas yang kuat.
Baca Juga: Polri Adik Jusuf Kalla Tersangka Korupsi Proyek PLTU Kalbar
“Sudah sertifikat ada, jual belinya 35 tahun lalu, saya sendiri yang beli,” kata mantan Ketua Umum Golkar tersebut.
JK menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), pihak yang kini menggugat kepemilikan tanah tersebut. Ia bahkan menyangsikan kapasitas pihak yang diajukan dalam gugatan oleh GMTD.
“Karena yang dituntut itu siapa namanya? Majo ‘Balang? Itu penjual ikan kan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Jadi itu kebohongan, rekayasa, macam-macam,” katanya.
Kemarahan JK semakin memuncak ketika ia secara terbuka menuding keterlibatan mafia tanah dalam sengketa ini.
“Iya, itu (yang dibeli GMTD) memang dulu dari Haji Najmiah. Haji Najmiah ‘kan mafia tanah di sini dulu,” ungkapnya.
Bagi JK, tindakan pengambilalihan lahan tersebut merupakan bentuk nyata perampokan terhadap hak miliknya.
Baca Juga: Baleg DPR Bahas RUU Pemerintahan Aceh Bersama Jusuf Kalla
“Karena kita punya, ada suratnya, ada sertifikatnya. Tiba-tiba dia mengaku. Itu perampokan namanya, ‘kan,” jelasnya.
Menanggapi perintah eksekusi dari pengadilan, JK mengecam keras proses yang dianggapnya cacat prosedur. Ia menilai tahapan penting berupa constatering atau pencocokan lokasi dan pengukuran lahan sama sekali tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
“Itu eksekusi harus didahului dengan namanya constatering. Pengukuran. Mana pengukurannya? Mana orang BPN-nya? Mana orang Camat-nya? Mana orang Lurah? Tidak ada semua,” tegasnya.
JK juga menuding pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan pihak terkait secara resmi. Kendati demikian, ia bertekad untuk melawan hingga tuntas demi menegakkan keadilan.
“Mau sampai ke mana pun, kita siap untuk melawan. (Melawan) ketidakadilan, ketidakbenaran,” pungkasnya.
Mantan Wapres Jusuf Kalla. (Antara)