Ntvnews.id, Jakarta — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa negara memiliki hak untuk merampas uang bandar dan pemain judi online (judol) berdasarkan putusan pengadilan.
Yusril, yang juga menjabat sebagai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), menyebut langkah ini sebagai terobosan baru dalam upaya pemberantasan judol oleh pemerintah.
“Negara berhak merampas uang bandar dan pemain judi online berdasarkan putusan pengadilan. Mekanismenya dapat dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari untuk diputus, sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Yusril di Jakarta, Selasa, 4 November 2025.
Menurut Yusril, perampasan uang hasil judol dapat dilakukan melalui proses cepat, yakni hanya tujuh hari, sesuai ketentuan Pasal 64–67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Ini bagian dari upaya nyata negara dalam menegakkan kedaulatan hukum dan memberantas kejahatan ekonomi digital,” ucapnya.
Baca Juga: Prabowo Ungkap Indonesia Rugi 8 Miliar Dolar AS per Tahun Akibat Judi Online di APEC
Menko Yusril menekankan bahwa judi online merupakan tindak kejahatan serius dengan dampak ekonomi dan sosial. Aparat penegak hukum harus memanfaatkan mekanisme hukum yang ada untuk menindak dan merampas hasil kejahatan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa bandar judi dapat dijerat pidana maksimal 10 tahun penjara sesuai Pasal 303 KUHP, sementara pemain judi dapat dihukum hingga tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 303 bis KUHP.
“Ketika uang tersebut dimasukkan ke dalam sistem keuangan atau ditransfer dengan tujuan untuk ‘diputihkan’, tindakan itu sudah tergolong pencucian uang,” terang Yusril.
Meskipun Pasal 64–67 UU TPPU jarang diterapkan secara optimal, Yusril menilai ketentuan ini hampir setara dengan konsep perampasan aset hasil kejahatan di negara maju.
“Sudah saatnya aparat penegak hukum kita menerapkan ketentuan ini secara tegas. Negara tidak boleh kalah oleh bandar judi online yang merusak moral dan ekonomi bangsa,” tegas Menko.
Baca Juga:Menteri PPPA Tekankan Pencegahan dan Pemblokiran Akses Anak terhadap Judi Online
Ia menambahkan bahwa penggunaan kripto dan dompet digital membuat uang judi sering lolos dari pantauan, namun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tetap memiliki mekanisme penanganan.
“PPATK berwenang memeriksa transaksi mencurigakan dan dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara transaksi yang diduga berasal dari hasil judol. Jika dalam 20 hari tidak ada keberatan, PPATK menyerahkan temuannya kepada penyidik. Dan bila dalam 30 hari pemilik uang tidak muncul, penyidik dapat mengajukan permohonan ke pengadilan agar uang tersebut ditetapkan sebagai aset negara,” jelasnya.
Senin lalu, Menko Yusril menghadiri Diseminasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2025 mengenai Penguatan Komite TPPU untuk Disrupsi Kejahatan Judi Online dan Pencucian Uang. Dalam kesempatan itu, ia menekankan pentingnya koordinasi antarinstansi di bawah Komite TPPU agar upaya pemberantasan judol dan pencucian uang dapat berjalan efektif dan berdampak pada stabilitas ekonomi nasional.
Perpres 88/2025, yang diteken Presiden Prabowo Subianto, mengamanatkan keterlibatan 18 kementerian dan lembaga dalam Komite TPPU dengan Menko Kumham Imipas sebagai ketua.
(Sumber: Antara)
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pidato dalam acara Penguatan Komite TPPU dalam Upaya Disrupsi Kejahatan Judi Online dan Pencucian Uang di Indonesia di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Selasa, 4 November 2025. (ANTARA/HO-Kemenko Kumham Imipas) (Antara)