Ntvnews.id, Jakarta - Sidak mendadak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di pabrik Aqua kawasan Subang berujung pada temuan yang mengejutkan. Air yang selama ini dikenal publik sebagai “air pegunungan” ternyata berasal dari sumur bor dalam, bukan dari mata air alami di pegunungan seperti yang kerap diasumsikan masyarakat.
Sidak tersebut berlangsung tegang. Begitu tiba di area pabrik, Dedi langsung mencari pimpinan perusahaan. Namun, pihak pabrik menjelaskan bahwa para manajer sedang berada di luar mengikuti rapat. Dedi kemudian meminta untuk ditunjukkan lokasi pengambilan air.
Saat meninjau area belakang pabrik, ia menyoroti kondisi lingkungan yang rawan longsor. Dedi menilai kerusakan lingkungan tak bisa dilepaskan dari aktivitas industri. Ia menegaskan bahwa pengambilan air berlebihan dan penebangan pohon turut memperparah kerentanan alam.
Menurut Dedi, pembangunan jalan yang dilakukan pemerintah provinsi justru banyak dinikmati oleh perusahaan besar seperti Aqua, yang menggunakan kendaraan berat untuk distribusi produknya. Ia menyinggung insiden kecelakaan yang sebelumnya menewaskan tiga orang.
Baca Juga: Juru Parkir di Jakarta Timur Jadi Korban Penyiraman Air Keras
Gubernur juga menyoroti besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan air minum tersebut. Ia menegaskan bahwa berbeda dari pabrik lain yang harus membeli bahan baku, perusahaan air mineral mendapatkan sumbernya langsung dari alam tanpa biaya pembelian.
“Perusahaan lain seperti pabrik kain, semen, atau otomotif harus beli bahan baku. Tapi perusahaan ini tidak, karena airnya diambil langsung dari alam,” ujar Dedi.
Ia juga memperingatkan agar tidak ada manipulasi data volume air yang diambil dari sumber bawah tanah. Pemerintah, kata Dedi, berhak memastikan seluruh pajak air tanah dibayar sesuai ketentuan.
“Jangan sampai yang diambil sejuta meter kubik, tapi dilaporkan hanya setengahnya,” tegasnya.
Ketegangan meningkat ketika Dedi menanyakan secara langsung asal air yang digunakan Aqua. Pihak perusahaan menjelaskan bahwa seluruh sumber air mereka berasal dari bawah tanah, bukan dari mata air di pegunungan.
Air tersebut diambil menggunakan sumur bor dengan kedalaman mencapai 100 hingga 130 meter. Mendengar hal itu, Dedi sempat terdiam dan mengaku selama ini mengira air yang diproduksi berasal dari mata air alami, seperti yang mereka promosikan.
Baca Juga: Purbaya Balas Dedi Mulyadi Soal Duit Rp4,17 T Mengendap: Mungkin Anak Buahnya Ngibulin Dia
“Ternyata bukan dari mata air, tapi dari sumur pompa dalam,” ujarnya dengan nada heran.
Pihak perusahaan menjelaskan bahwa pengambilan air dari kedalaman tersebut dianggap lebih baik karena kualitas air tanah di lapisan dalam dinilai lebih stabil dan bersih. Namun, Dedi menyoroti potensi risiko lingkungan dari aktivitas pengeboran di kawasan pegunungan.
“Semua air bawah tanah, Pak. Karena memang kualitas yang paling bagus itu yang paling dalam,” ujar perwakilan perusahaan.
Gubernur juga menyinggung fenomena banjir dan longsor yang semakin sering terjadi di wilayah pegunungan Jawa Barat. Ia menilai perubahan tata air dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kontrol yang ketat menjadi salah satu penyebab utama.
“Dulu daerah seperti Kasomalang Subang tidak pernah banjir, sekarang sering. Ini menandakan ada persoalan lingkungan serius yang harus segera dibenahi,” katanya.
Di akhir sidak, pihak pabrik menegaskan bahwa seluruh titik pengambilan air di Jawa Barat memang berasal dari air bawah tanah karena dinilai memiliki kualitas terbaik. Meski demikian, temuan Dedi Mulyadi ini memunculkan pertanyaan publik tentang citra “air pegunungan” yang selama ini melekat pada produk air mineral kemasan.