Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hingga kini belum menemukan surat keputusan (SK) terkait pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Dicabut di Istana Negara bulan Juni kayaknya. Akan tetapi, terus terang sampai detik ini, kami belum pernah lihat SK pencabutannya,” ujar Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 21 Oktober 2025.
Dian menjelaskan bahwa dirinya yang bertugas mengoordinasikan dan mengawasi wilayah bagian timur Indonesia—meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua—telah menelusuri keberadaan dokumen pencabutan IUP tersebut ke sejumlah instansi pemerintah.
“Kami tanya ke Minerba (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM), bilangnya di BKPM. Tanya BKPM, belum ada surat dari Minerba. Cek lagi, oh sudah masuk suratnya, sudah diproses,” katanya.
Baca Juga: Kemendagri Teliti Sengketa Tiga Pulau yang Diklaim Raja Ampat
Menurut Dian, kondisi itu menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti keputusan pencabutan empat izin tambang di Raja Ampat.
“Apakah serius atau tidak pemerintah untuk mencabut empat IUP di Raja Ampat yang diumumkan di Istana Negara? Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada dokumennya sama sekali,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa berdasarkan hasil laporan tim KPK di lapangan, tidak ada aktivitas pertambangan yang berlangsung di empat lokasi tambang tersebut.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan pencabutan empat IUP perusahaan tambang di wilayah Raja Ampat pada 10 Juni 2025.
Empat perusahaan yang izinnya dicabut meliputi PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Keputusan pencabutan itu dilakukan karena keempat perusahaan tersebut dinilai melanggar ketentuan lingkungan hidup serta beroperasi di kawasan geopark atau taman bumi yang seharusnya dilindungi.
(Sumber : Antara)