Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Meningkat Pesat di Awal Gencatan Senjata
NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Okt 2025, 13:34
Naurah Faticha
Penulis
Dedi
Editor
Bagikan
Sejumlah truk bantuan kemanusiaan Indonesia yang disalurkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI bersama mitra lembaga kemanusiaan asal Mesir, Mishr Al Kheir dalam perjalanannya menuju Gaza, Palestina. (ANTARA)
Ntvnews.id, Markas PBB – Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyampaikan bahwa peningkatan bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, Palestina, berlangsung dengan baik.
OCHA menjelaskan, gas untuk memasak telah berhasil masuk ke wilayah Gaza untuk pertama kalinya sejak Maret. Selain itu, PBB dan mitranya telah menyalurkan ratusan ribu paket makanan siap saji serta roti, baik di wilayah utara maupun selatan Gaza.
Lembaga tersebut juga mengonfirmasi bahwa Israel telah memberikan izin tambahan untuk pengiriman bantuan, sehingga total bantuan yang diizinkan kini mencapai 190.000 metrik ton. Bantuan itu mencakup bahan makanan, perlengkapan tempat berlindung, obat-obatan, serta pasokan penting lainnya.
“Ini baru permulaan,” ujar OCHA.
PBB menegaskan bahwa dalam 60 hari pertama masa gencatan senjata di Gaza, mereka akan memperluas jangkauan operasi bantuan guna memastikan hampir seluruh warga Gaza dapat menerima layanan kemanusiaan.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Tom Fletcher mengatakan, selama dua bulan pertama gencatan senjata, pekerja kemanusiaan menargetkan penyaluran ratusan truk bantuan setiap hari dengan total 170.000 ton makanan, obat-obatan, dan perlengkapan penting.
PBB juga berencana memperluas distribusi pangan bagi 2,1 juta penduduk Gaza, bantuan gizi untuk 500.000 orang, memulihkan layanan kesehatan dan pengawasan penyakit, menyediakan air bersih untuk 1,4 juta warga, serta tempat tinggal dan ruang belajar sementara bagi 700.000 anak.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Jumat, 10 Oktober 2025 setelah melalui tiga hari negosiasi intensif di Sharm el-Sheikh, Mesir, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, Turki, dan Amerika Serikat.