Indonesia Desak Kerja Sama Global untuk Atasi Krisis Rohingya dan Myanmar

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Okt 2025, 12:58
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Luar Negeri RI Sugiono berbicara dalam “High Level Conference on the Statuation of Rohingya Muslims and Other Minorities in Myanmar” dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (30/9/2025). Menteri Luar Negeri RI Sugiono berbicara dalam “High Level Conference on the Statuation of Rohingya Muslims and Other Minorities in Myanmar” dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (30/9/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Indonesia menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam menangani krisis Rohingya, dengan menegaskan bahwa permasalahan tersebut tidak dapat dipisahkan dari krisis yang terjadi di Myanmar.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi tentang Status Muslim Rohingya dan Minoritas Lainnya di Myanmar, yang digelar dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di Markas Besar PBB, New York, Selasa, 30 September 2025.

“Penyelesaian menyeluruh hanya dapat dicapai dengan mengatasi akar permasalahan melalui dialog inklusif, sejalan dengan Five-Point Consensus,” kata Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam keterangan tertulis Kemlu RI di Jakarta, Rabu, 1 Oktoberfest 2025.

Ia juga menyoroti kondisi rentan yang dialami kelompok Rohingya, yang semakin dieksploitasi jaringan kejahatan transnasional, termasuk perdagangan orang dan penyelundupan manusia.

Indonesia, tegas Sugiono, akan bersikap keras terhadap jaringan kriminal tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak ada satu negara pun yang mampu menanganinya secara sendiri.

ASEAN dan Bali Process, lanjutnya, harus terus diperkuat sebagai platform kawasan untuk mengatasi migrasi tidak teratur sekaligus melindungi komunitas yang rentan.

Baca Juga: Sugiono di PBB: Dukungan Politik terhadap UNRWA Bukan Pilihan, Tapi Keharusan

Menlu RI juga mendorong kerja sama lebih erat dengan Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC), Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), serta Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam memberikan dukungan berkelanjutan kepada negara-negara yang menampung pengungsi.

Selain itu, Indonesia mendesak negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951, khususnya negara maju, agar membuka akses lebih luas bagi pengungsi melalui program resettlement di negara ketiga.

“Sudah delapan tahun pengungsi Rohingya berada dalam ketidakpastian. Kita tidak boleh membiarkan ini berubah menjadi dekade keputusasaan. Komunitas internasional harus berbagi tanggung jawab,” ujar Sugiono.

Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa konferensi tingkat tinggi ini dilaksanakan berdasarkan mandat Resolusi PBB 79/182, dengan tujuan memobilisasi dukungan politik serta membahas rencana aksi konkret yang berfokus pada perlindungan hak asasi manusia dan membuka jalan bagi repatriasi Rohingya secara sukarela, aman, dan bermartabat.

Baca Juga: Menlu Sugiono Pastikan Pendidikan Anak Mendiang Zetro Terjamin

ASEAN sendiri sebelumnya telah menghasilkan Konsensus Lima Poin untuk Myanmar dalam KTT ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021, sebagai respons atas krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar setelah kudeta militer Februari 2021. Konsensus tersebut mencakup: Penghentian segera kekerasan di Myanmar.

Dialog konstruktif dengan semua pihak guna menemukan solusi damai bagi rakyat. Penunjukan utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi proses dialog. Penyaluran bantuan kemanusiaan dari ASEAN. Kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk melakukan mediasi.

Sementara itu, Bangladesh telah mengumumkan rencana untuk melindungi pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar. Langkah tersebut mencakup pemberian tekanan kepada Myanmar dan Tentara Arakan agar menghentikan kekerasan di Rohingya serta memulai repatriasi berkelanjutan.

Bangladesh juga mengusulkan penggalangan dukungan internasional guna menstabilkan wilayah Rakhine, termasuk menempatkan kehadiran sipil internasional untuk memantau proses stabilisasi, sekaligus mendorong langkah-langkah pembangunan kepercayaan bagi integrasi jangka panjang Rohingya dalam masyarakat dan pemerintahan Rakhine.

(Sumber: Antara)

x|close