MK Tolak Uji Materi Penghapusan Kolom Agama di KTP dan KK

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 29 Sep 2025, 19:15
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membaca berkas sidang putusan terkait sengketa Pilkada 2024 wilayah Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Barito Utara dan Provinsi Papua di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/9/2025). Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membaca berkas sidang putusan terkait sengketa Pilkada 2024 wilayah Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Barito Utara dan Provinsi Papua di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/9/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi terkait penghapusan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) tidak dapat diterima karena permohonan dinilai tidak jelas atau kabur.

Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 155/PUU-XXIII/2025 di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa poin-poin petitum yang diajukan pemohon, Taufik Umar, “tidak lazim dan tidak pula memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat.”

“Pemohon pada petitum angka 4 dan angka 5 membuat rumusan petitum yang tidak lazim, tidak konsisten, dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat karena tidak terdapat uraian maupun argumentasi hukum yang mendukung dalam rangkaian uraian dalam posita (landasan permohonan),” ucap Suhartoyo.

Selain itu, MK menilai petitum tersebut tidak jelas karena pemohon tidak menjelaskan peraturan perundang-undangan mana yang seharusnya diubah oleh pembentuk undang-undang. Menurut MK, “tidak semua peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan DPR dan pemerintah.”

Baca Juga: MK Nyatakan UU Tapera Inkonstitusional, Pemerintah dan DPR Diberi Waktu 2 Tahun

Oleh karena itu, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut, pokok permohonan dan hal-hal lainnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak relevan. Suhartoyo menyatakan, “Menyatakan permohonan pemohon Nomor 155 tidak dapat diterima.”

Diketahui, Taufik Umar menguji sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Pemohon meminta agar informasi agama di KTP dan KK dirahasiakan karena dinilai kontraproduktif dan memicu diskriminasi hingga kekerasan, sehingga bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Taufik, data agama warga cukup disimpan dalam chip KTP elektronik tanpa ditampilkan di kolom, sehingga kolom agama sebaiknya bersifat data rahasia seperti iris mata dan sidik jari. Dengan demikian, data agama hanya dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan dan memiliki wewenang sesuai tugas dan jabatannya.

Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan UU Tapera, Pekerja Tak Lagi Wajib Jadi Peserta

Dalam persidangan sebelumnya pada 3 September, pemohon menceritakan pengalamannya menjadi korban diskriminasi dan hampir menjadi korban pembunuhan dalam konflik antarkomunitas agama di Poso, Sulawesi Tengah beberapa tahun lalu.

“Taufik Umar ini dalam perjalanan dari Poso ke Kota Palu itu beberapa kali menemui sweeping KTP, yang mana pada waktu itu Saudara Taufik Umar mengetahui banyak yang mengalami kekerasan dan/atau bahkan pembunuhan karena identifikasi di kolom agama, baik oleh pen-sweeping dari kalangan Muslim, maupun dari kalangan Kristen,” ungkap kuasa hukumnya, Teguh Sugiharto.

(Sumber: Antara)

x|close