MK Tunda Sidang Uji Materi UU BUMN, DPR dan Presiden Belum Siap Berikan Keterangan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Sep 2025, 14:30
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin sidang pengucapan putusan pengujian formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 17 September 2025. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin sidang pengucapan putusan pengujian formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 17 September 2025. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), setelah DPR dan Presiden belum siap memberikan keterangan yang semula dijadwalkan. 

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan, sidang tersebut seyogianya mendengarkan keterangan DPR dan pemerintah, namun kedua pihak meminta penundaan.

“Persidangan pagi atau siang hari ini seyogianya untuk mendengar keterangan DPR dan pemerintah atau Presiden, tapi Mahkamah, melalui kepaniteraan, menerima surat permohonan penundaan karena keterangan belum siap, baik dari DPR maupun dari Presiden,” kata Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 25 September 2025.

Baca Juga: Uji Formil Rampung, MK Lanjutkan Persidangan Uji Materi UU TNI

Menanggapi permintaan itu, Mahkamah menunda sidang hingga Senin, 13Oktober 2025 Suhartoyo menegaskan agar tidak ada lagi penundaan karena perkara ini dianggap urgen.

“Mohon supaya tidak ada lagi permohonan untuk penundaan, ya, karena ini merupakan permohonan yang termasuk urgen. Tolong, nanti DPR sampaikan tahapan sudah dimana ini,” ujarnya.

Sidang tersebut terkait Perkara Nomor 38/PUU-XXIII/2025, 43/PUU-XXIII/2025, 44/PUU-XXIII/2025, dan 80/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 38 dimohonkan oleh dosen sekaligus advokat Rega Felix, yang menguji Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 3AA ayat (2), Pasal 4B, Pasal 9G, Pasal 87 ayat (5), serta penjelasan Pasal 4B dan Pasal 9G UU BUMN.

Baca Juga: Selamat! Pegadaian Umumkan 450 Pemenang “Badai Emas 2025” Periode 1

Rega mempermasalahkan norma yang memisahkan kerugian badan, termasuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), dari kerugian BUMN dan kerugian negara. Menurutnya, pemisahan itu bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang dijamin konstitusi, karena berpotensi menyulitkan aparat hukum.

Ia meminta agar kerugian badan dan kerugian BUMN dimaknai sebagai kerugian negara, serta organ, pegawai, direksi, dewan, dan karyawan badan maupun BUMN dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

Perkara Nomor 43 diajukan tiga mahasiswa, yakni A Fahrur Rozi, Dzakwan Fadhil Putra Kusuma, dan Muhammad Jundi Fathi Rizky, yang juga menguji sejumlah pasal serupa dengan Rega Felix.

Sementara itu, Perkara Nomor 44 diajukan Heri Hasan Basri dan Solihin. Mereka menilai Pasal 3X ayat (1) serta Pasal 3Y huruf a dan b UU BUMN bertentangan dengan konstitusi dan meminta agar dinyatakan tidak mengikat.

Baca Juga: Meutya Hafid Tekankan Pesan Kesederhanaan di HUT ke-24 Kemkomdigi

Keduanya berpendapat pasal-pasal tersebut menghilangkan hak konstitusional masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan menteri, organ, maupun pegawai badan, karena dinilai memberi perlindungan khusus yang tidak sesuai prinsip kesetaraan di depan hukum.

Adapun Perkara Nomor 80 diajukan Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS) bersama tiga warga negara. Mereka menguji Pasal 3F ayat (2) huruf a dan b, Pasal 3G ayat (2) huruf b dan c, Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), serta Pasal 71 ayat (2), (3), dan (4) UU BUMN.

(Sumber: Antara)

x|close