Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap dua aset yang dimiliki oleh Haryanto, mantan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional pada masa Menteri Yassierli.
"Aset tersebut berupa bidang tanah atau bangunan, yaitu kontrakan seluas 90 meter persegi di wilayah Cimanggis, Kota Depok, dan rumah seluas 180 meter persegi di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Minggu, 28 September 2025.
Budi menjelaskan bahwa penyitaan dua properti tersebut dilakukan pada pekan lalu, dan berkaitan dengan penyidikan dugaan pemerasan dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Diketahui bahwa Haryanto merupakan salah satu dari delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara RPTKA tersebut.
Menurut Budi, "Kedua aset tersebut dibeli secara tunai yang diduga uangnya bersumber dari hasil dugaan tindak pemerasan kepada para agen TKA. Kedua aset tersebut kemudian diatasnamakan kerabatnya."
Baca Juga: Polisi yang Tersangkakan Eks Ketua KPK Promosi jadi Jenderal Bintang 1
KPK sebelumnya telah mengungkap identitas delapan tersangka dalam kasus pemerasan terkait pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Pengumuman resmi disampaikan pada 5 Juni 2025.
Dalam rentang waktu 2019 hingga 2024, para tersangka disebut telah mengantongi dana hingga Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan tersebut. KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan dokumen penting yang harus dipenuhi oleh setiap tenaga kerja asing untuk dapat memperoleh izin kerja di Indonesia. Tanpa RPTKA, penerbitan izin tinggal dan izin kerja akan terhambat, yang dapat berujung pada denda harian sebesar Rp1 juta bagi tenaga kerja asing.
Hal ini membuat para pemohon terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka demi kelancaran proses perizinan. KPK juga mengungkap bahwa praktik pemerasan ini tidak hanya terjadi dalam satu periode, melainkan telah berlangsung sejak masa jabatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), kemudian diteruskan oleh Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK telah menahan delapan tersangka tersebut dalam dua gelombang penahanan. Gelombang pertama dilakukan pada 17 Juli 2025 untuk empat tersangka, sementara sisanya ditahan pada gelombang kedua, yakni 24 Juli 2025.
(Sumber: Antara)