Ntvnews.id, Manila - Sebagian besar berpakaian serba hitam dengan wajah tertutup topeng, massa perusuh menyerbu Jembatan Ayala di Filipina. Para demonstran berupaya keras menerobos barisan polisi anti huru-hara yang menjaga akses menuju Istana Malacañang pada Minggu, 21 September 2025.
Beberapa dari mereka mengibarkan bendera Filipina, sementara lainnya membawa spanduk hitam bergambar simbol Topi Jerami One Piece Jolly Roger, ikon tengkorak dan tulang bersilang dari manga dan anime populer asal Jepang.
Dilansir dari Reuters, Senin, 22 September 2025, Bentrok memanas saat para perusuh melempari polisi dengan batu. Teriakan mereka tertutup suara tembakan proyektil yang menghantam perisai plastik aparat.
“Sebuah trailer terbakar, asap tebal mengepul di atas jembatan bersejarah itu sementara massa mencoba membakar kendaraan lain. Bau menyengat bahan bakar dan api bercampur dengan teriakan dan sirene, memperkeruh suasana menjadi amarah dan kekacauan,” sebut laporan Inquirer.
Baca Juga: KKP Serahkan Dua WNA Filipina dan Barang Bukti Kapal Ilegal ke Kejaksaan
Kerumunan terus bergerak maju, sebagian mengibarkan bendera tinggi-tinggi sementara yang lain melemparkan puing ke arah aparat. Polisi menyebut bahkan ada remaja di bawah umur yang turut bergabung dalam penyerangan, juga mengenakan topeng untuk menyembunyikan wajah mereka.
Pada satu titik, petugas sempat bergulat dengan seorang pria bertopeng hingga terjatuh dan kemudian menyeretnya pergi. Perusuh lain mundur sejenak lalu kembali berkumpul. Polisi merespons dengan perisai terangkat, memaksa massa mundur sebelum bentrokan kembali pecah.
Aparat berhasil menangkap sejumlah perusuh di tengah keributan. Sekitar 10 orang ditahan, sementara beberapa polisi mengalami luka ringan akibat bentrokan tersebut.
Latar Belakang Aksi
Kemarahan publik dipicu skandal proyek pengendalian banjir palsu yang disebut telah merugikan negara miliaran dolar. Persoalan ini mencuat setelah Presiden Ferdinand Marcos menyinggungnya dalam pidato kenegaraan Juli lalu, menyusul banjir besar yang melanda selama berminggu-minggu.
Marcos pada Senin menegaskan tidak menyalahkan rakyat atas aksi protes, namun menyerukan agar demonstrasi berlangsung damai. Tentara ditempatkan dalam kondisi “siaga merah” sebagai langkah pencegahan.
"Ada kalanya saya sendiri harus mengarungi banjir," ujar Aly Villahermosa, mahasiswa keperawatan 23 tahun dari Metro Manila, kepada AFP.
Baca Juga: Presiden Filipina Sebut Negaranya Bisa Saja Terseret Perang Taiwan
"Jika ada anggaran untuk proyek-proyek bayangan, mengapa tidak ada anggaran untuk sektor kesehatan?" tambahnya, sambil menyebut pencurian dana publik “sungguh memalukan.”
Ketua aliansi sayap kiri Bagong Alyansang Makabayan, Teddy Casino (56), menuntut pengembalian dana dan hukuman bagi pihak yang terlibat.
“Korupsi mengharuskan orang-orang turun ke jalan dan mengekspresikan kemarahan mereka dengan harapan dapat menekan pemerintah agar benar-benar menjalankan tugas mereka,” ujarnya.
Diperkirakan jumlah massa akan semakin besar saat mereka berbaris menuju EDSA, lokasi ikonik yang pernah menjadi pusat People Power Movement penggulingan diktator Marcos Sr. pada 1986.
Skandal ini bahkan telah mengguncang parlemen. Ketua DPR Martin Romualdez, sepupu Presiden Marcos, mundur dari jabatannya pekan lalu di tengah penyelidikan.
Sebelumnya, kontraktor menuduh hampir 30 anggota DPR dan pejabat Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) menerima suap tunai. Departemen Keuangan memperkirakan kerugian ekonomi akibat korupsi proyek banjir mencapai 118,5 miliar peso sejak 2023–2025, sementara Greenpeace menaksir jumlahnya mendekati USD 18 miliar.