Ntvnews.id, Kairo - Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, pada Senin menegaskan penolakannya terhadap pernyataan resmi Israel mengenai konsep “Israel Raya” dan menolak keras rencana pemindahan paksa warga Palestina dari Jalur Gaza.
“Kami menolak pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tegas Abdelatty dalam konferensi pers saat meninjau perlintasan Rafah bersama Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, dikutip dari Anadolu, Selasa, 19 Agustus 2025.
Pernyataan ini muncul setelah pekan lalu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam wawancara televisi mengungkapkan dukungannya terhadap visi “Israel Raya,” yang ia sebut sebagai misi historis dan spiritual bagi bangsa Yahudi. Konsep ini merujuk pada ekspansi wilayah Israel hingga mencakup Tepi Barat, Gaza, Dataran Tinggi Golan, Semenanjung Sinai, dan sebagian wilayah Yordania.
Baca Juga: Didemo Warga Israel, Ini Respons Netanyahu
Abdelatty juga menyoroti pembatasan Israel terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Ia menegaskan Mesir siap menyalurkan bantuan dalam jumlah besar segera setelah hambatan dari pihak Israel dicabut.
Selain itu, Abdelatty menyampaikan bahwa Mesir dan Qatar terus memediasi upaya gencatan senjata serta pertukaran sandera antara Hamas dan Israel, berdasarkan proposal 60 hari yang diajukan utusan AS, Steve Witkoff.
Baca Juga: Indonesia Tegaskan Tak Pernah Berunding dengan Israel Soal Gaza
“Posisi Mesir terkait perjuangan Palestina jelas dan konsisten. Kami menolak segala kebijakan yang bertujuan menghapuskan hak-hak rakyat Palestina,” ujarnya. Ia juga memastikan Mesir akan hadir dalam pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi, yang membahas krisis Gaza.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 61.900 warga Palestina dan menghancurkan Gaza hingga warganya terancam kelaparan. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait agresinya di wilayah tersebut.