Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron beserta istrinya, Brigitte, dilaporkan telah menggunakan jasa detektif swasta guna menyelidiki seorang influencer asal Amerika Serikat, Candace Owens. Gugatan terhadap Owens diajukan atas tuduhan bahwa Brigitte Macron sebenarnya dilahirkan sebagai laki-laki, dilansir dari laporan Financial Times, Selasa, 12 Agustus 2025.
Masih menurut media tersebut, gugatan resmi terhadap Owens didaftarkan pada akhir Juli di negara bagian Delaware, AS. Sebelum langkah hukum itu diambil, pasangan Macron terlebih dahulu mempekerjakan firma investigasi Nardello & Co untuk mengumpulkan informasi yang relevan.
Pengacara pasangan itu, Tom Clare, menjelaskan bahwa tindakan tersebut bertujuan “untuk mengetahui apa yang memicu ketertarikan wartawan itu terhadap Brigitte.”
Berdasarkan hasil investigasi, diketahui bahwa isu mengenai Brigitte Macron yang dilontarkan Owens turut diangkat oleh media Rusia. Meski begitu, tidak ditemukan bukti bahwa Owens pernah melakukan kontak langsung dengan tokoh media ataupun pejabat dari Rusia.
Pada bulan Februari, Owens merilis sebuah program daring berjudul "Becoming Brigitte" yang terdiri dari delapan episode. Dalam serial itu, ia mempertanyakan identitas gender dari ibu negara Prancis tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian luas setelah pada 10 Juli, Pengadilan Banding Paris memutuskan membebaskan Natacha Rey, seorang jurnalis independen, yang sebelumnya dihukum karena tuduhan serupa.
Sebelumnya, pada Juni 2023, Rey dan Amandine Roy, pemilik kanal YouTube yang menayangkan video wawancara Rey, dijatuhi vonis bersalah oleh Pengadilan Banding Caen atas pencemaran nama baik. Kemudian, pada September 2024, Pengadilan Paris menjatuhkan denda sebesar 13.500 euro (sekitar Rp236 juta) kepada keduanya.
Spekulasi mengenai identitas gender Brigitte Macron pertama kali muncul pada tahun 2021, ketika Rey mengklaim bahwa istri Presiden Macron itu sebenarnya lahir sebagai pria. Klaim tersebut kemudian menyebar luas dan menjadi viral di media sosial.
Presiden Macron menanggapi penyebaran tuduhan itu dengan kecaman keras. Pada Maret 2024, ia mengatakan bahwa salah satu tantangan paling berat yang dihadapinya selama menjabat adalah "informasi palsu dan cerita yang dibuat-buat", yang menurutnya, “membuat orang percaya dan mengganggu kehidupan pribadinya.”
(Sumber: Antara)