Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus untuk menelaah dugaan pelanggaran dalam putusan perkara mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
"Tim sudah dibentuk, nanti dipelajari dugaan pelanggarannya ada atau tidak," ujar Joko di Gedung KY, Jakarta, Senin, 11 Agustus 2025.
Menurutnya, tim tersebut sudah mulai bekerja menelaah isi putusan. Namun, proses analisis diperkirakan memakan waktu mengingat tebalnya berkas yang mencapai lebih dari seribu halaman. "Masalahnya dari tim laporkan ke kami, putusannya tebalnya seribuan (halaman) lebih, masih dianalisis ada atau tidak dugaan pelanggaran majelis hakim," katanya.
Joko menjelaskan, KY masih menunggu hasil analisis tersebut. Jika nantinya ditemukan indikasi pelanggaran, tahap selanjutnya adalah memanggil pihak terlapor, yakni tiga hakim yang mengadili perkara Tom Lembong: Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, serta Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S. Abdullah.
Baca Juga: Komisi Yudisial Pastikan Tindak Lanjuti Laporan Tom Lembong Soal Hakim
Diketahui, Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto terkait perkara importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016, dan resmi bebas dari Rutan Cipinang pada 1 Agustus 2025.
Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Tom dengan pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta (subsider 6 bulan kurungan). Ia dinyatakan merugikan negara Rp194,72 miliar melalui penerbitan persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi antarkementerian maupun rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Usai bebas, Tom melalui kuasa hukumnya, Zaid Mushafi, melaporkan tiga hakim tersebut ke KY dan Mahkamah Agung. Laporan diajukan karena menilai salah satu hakim anggota mengabaikan asas praduga tak bersalah.
"Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," ujar Zaid.
(Sumber: Antara)