Ntvnews.id, Kairo - Komite tingkat menteri yang dibentuk oleh Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Arab dan Islam terkait Gaza, bersama 23 negara, Liga Arab, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), pada Sabtu 9 Agustus 2025 mengeluarkan pernyataan bersama yang “mengecam keras dan menolak tegas” rencana Israel untuk memberlakukan kendali militer penuh di Jalur Gaza.
Dalam pernyataan yang dirilis oleh kementerian luar negeri sejumlah negara—antara lain Mesir, Palestina, Qatar, Yordania, Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman, Yaman, Sudan, Libya, Mauritania, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Chad, Djibouti, Somalia, Turkiye, dan Gambia—langkah Israel disebut sebagai “eskalasi berbahaya dan tidak dapat diterima, pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional, serta upaya memperkuat pendudukan ilegal dan memaksakan fakta di lapangan melalui kekuatan, bertentangan dengan legitimasi internasional.”
Pernyataan itu juga menilai kebijakan tersebut sebagai kelanjutan dari “pelanggaran serius, termasuk pembunuhan, kelaparan, relokasi paksa, aneksasi wilayah Palestina, dan aksi teror oleh pemukim, yang dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Bantuan kemanusiaan dijatuhkan melalui udara di atas Kota Gaza, pada 8 Agustus 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad) (Antara)
Baca Juga: Buntut Ingin Caplok Gaza, Jerman Lakukan Hal yang Buat Israel Ketar-ketir
Negara-negara tersebut menegaskan bahwa rencana Israel akan “menghapus peluang perdamaian, merusak upaya deeskalasi regional maupun internasional, dan memperparah pelanggaran terhadap rakyat Palestina.” Mereka menuntut “penghentian segera dan menyeluruh agresi Israel” di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, serta “akses tanpa syarat” untuk bantuan kemanusiaan dan kebebasan bagi lembaga bantuan menjalankan tugasnya.
Anak-anak berjalan di atas reruntuhan bangunan setelah serangan udara Israel di wilayah Al-Rimal, sebelah barat Kota Gaza, pada 8 Agustus 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad) (Antara)
Selain itu, pernyataan tersebut menyuarakan dukungan terhadap mediasi Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat demi “mencapai gencatan senjata serta kesepakatan pertukaran tawanan dan sandera.”
Dalam pertemuan terpisah di Kairo, Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi dan Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan juga menolak “pemberlakuan kembali pendudukan militer di Jalur Gaza” dan menyerukan gencatan senjata segera, masuknya bantuan kemanusiaan, pembebasan sandera, serta penolakan terhadap relokasi paksa warga Palestina.
Di sisi lain, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan bahwa 106 paket bantuan telah dikirim melalui udara ke seluruh Gaza oleh enam negara, termasuk partisipasi perdana Yunani dan Italia bersama Uni Emirat Arab, Yordania, Jerman, dan Belanda. IDF menyatakan pihaknya akan terus meningkatkan respons kemanusiaan dan bekerja sama dengan komunitas internasional, sambil membantah tuduhan sengaja menyebabkan kelaparan.
Warga Palestina memeriksa kerusakan akibat serangan udara Israel di wilayah Al-Rimal, sebelah barat Kota Gaza, pada 8 Agustus 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad) (Antara)
Baca Juga: Taktik Israel Keluarkan Klaim Caplok Gaza untuk Terbebas dari Hamas
Namun, sejumlah pejabat dan pakar PBB menilai bahwa pengiriman bantuan lewat udara hanya memberi dampak kecil jika Israel tidak membuka jalur darat untuk memperbanyak pasokan dan memberikan perawatan medis bagi penderita malnutrisi.
Menurut otoritas kesehatan di Gaza, hingga Sabtu tersebut sedikitnya 61.369 warga Palestina tewas dan 152.850 lainnya terluka sejak operasi militer Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, menyusul serangan Hamas ke Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sejumlah warga, menurut otoritas Israel. (Sumber : Antara)