Ntvnews.id, Jakarta - Rencana Israel untuk memperluas serangan militernya di Jalur Gaza dinilai berpotensi memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut dan memicu ketegangan yang lebih besar di kawasan Timur Tengah. Peringatan ini disampaikan oleh pemerintah Rusia pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Pernyataan tersebut muncul setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Kamis sebelumnya, menyatakan niatnya untuk mengambil alih seluruh wilayah Gaza demi membentuk perimeter keamanan. Setelah itu, wilayah tersebut akan diserahkan kepada bentuk “pemerintahan sipil” yang baru.
Pada hari berikutnya, kantor Netanyahu mengonfirmasi bahwa kabinet keamanan Israel telah memberikan persetujuan terhadap rencana tersebut, yang mencakup upaya untuk menumpas Hamas dan merebut kendali penuh atas Kota Gaza.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam pernyataan resminya menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap dampak kebijakan tersebut.
"Pelaksanaan keputusan dan rencana semacam itu, yang memicu kecaman dan penolakan, berisiko memperparah situasi yang sudah sangat dramatis di wilayah Palestina itu, yang menunjukkan semua tanda-tanda bencana kemanusiaan," ujarnya.
Zakharova juga menambahkan bahwa rencana tersebut dapat merusak berbagai inisiatif global yang bertujuan mengurangi konflik dan memperburuk stabilitas regional.
"Menurut dia, langkah itu akan sangat merusak upaya internasional untuk meredakan konflik dan menimbulkan konsekuensi negatif yang serius bagi stabilitas kawasan," katanya.
Seiring dengan itu, Israel kini menghadapi tekanan global yang semakin besar akibat operasi militer yang dijalankan di Gaza, yang banyak pihak anggap sebagai bentuk genosida. Sejak pecahnya konflik pada Oktober 2023, lebih dari 61.000 warga Palestina dilaporkan telah tewas. Serangan intensif dari militer Israel juga telah menghancurkan wilayah tersebut, memperburuk kondisi kemanusiaan, dan menyebabkan kelaparan massal.
(Sumber: Antara)