Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah telah menanggung jaminan kesehatan nasional (JKN) bagi 96,8 juta warga kurang mampu melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Sebanyak 96,8 juta orang di-cover iuran BPJS Kesehatannya oleh pemerintah, masuk kategori PBI. Ini adalah orang-orang termiskin desil 1-4 (kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah secara nasional)," ujarnya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI yang dipantau secara daring, pada Selasa, 15 Juli 2025 di Jakarta.
Menkes juga menjelaskan bahwa iuran dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi penyumbang terbesar dalam penerimaan JKN, mencapai 29 persen pada tahun 2024. Selain itu, hingga Mei 2025, peserta dari segmen ini tercatat sebagai kelompok dengan jumlah kunjungan tertinggi kedua ke fasilitas kesehatan.
"Dalam setahun, ada 14,02 juta kunjungan dari penerima PBI yang besarnya sekitar 96 juta. 14,02 juta ini mengunjungi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 12,18 juta rawat jalan, dan 1,84 juta rawat inap," ungkapnya.
Ia menambahkan, hingga Juni 2025, realisasi anggaran iuran PBI JKN telah mencapai 49,8 persen atau sekitar Rp23,15 triliun. Jumlah peserta tercatat sebanyak 96.282.139 jiwa, dengan total pembayaran mencapai Rp3,84 miliar berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Adapun pagu anggaran iuran PBI JKN untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp46,4 triliun.
Mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), hingga Juni 2025, realisasi pembayaran iuran PBI JKN telah mencakup 96.283.048 jiwa. Namun, angka ini belum sepenuhnya mencapai kuota bulanan sebesar 96,8 juta jiwa. Hal ini disebabkan oleh 116.952 bayi yang baru lahir dan belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), serta adanya proses reaktivasi kuota PBI JKN sebanyak 400 ribu jiwa.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Buka Suara soal 7,3 Juta Peserta PBI JKN Dinonaktifkan
"Ini (kuota reaktivasi) mesti digunakan Kementerian Sosial untuk diskusi dengan pemerintah daerah (pemda), yang penting ada by name by address (berdasarkan nama dan alamat) dan ada NIK-nya. Ada selisih sekitar 400 ribuan karena ada rekonsiliasi data itu, saat ini sedang dibersihkan oleh BPS. Jatahnya tetap diberikan, pemda bisa memasukkan nama-nama ke situ," jelasnya.
Budi turut menekankan bahwa satu-satunya sumber data yang sah untuk kepesertaan PBI JKN adalah Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
"Sekarang kita sedang proses finalisasi, namun kita sudah setuju data itu ada di BPS, DTSEN. Kita boleh melakukan pemutakhiran data, tetapi begitu data sudah dimutakhirkan, harus kembali ke BPS. Hanya data BPS satu-satunya yang valid untuk PBI," katanya.
Menkes mengakui bahwa selama puluhan tahun, data PBI JKN kerap tidak sinkron, sehingga pemerintah menghadapi kesulitan dalam memastikan keakuratan data yang digunakan.
"Data PBI selama ini kita tidak pernah tahu mana yang benar atau enggak, antara Kemensos, Kemenkes, dan Dukcapil tidak pernah sama puluhan tahun. Kita berniat untuk membereskan ini, karena setiap tahun selalu diaudit Badan Pemeriksa Keuangan," kata Budi.
Ia menegaskan, upaya perapian data yang saat ini dilakukan oleh BPS bertujuan untuk mencegah masyarakat berpenghasilan tinggi tetap menerima manfaat BPJS Kesehatan yang seharusnya ditujukan bagi warga tidak mampu.
Baca juga: Dinkes Jakarta Diminta Fokus Perbaiki Layanan Pasien BPJS Kesehatan
(Sumber: Antara)