Pakar UI: Kandungan Etanol pada BBM Umum Dipakai di Luar Negeri

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Okt 2025, 07:00
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ilustrasi - Deretan mobil tangki antri mengisi BBM di pompa Fuel Terminal Sei Siak, Jalan Sungai Duku, Pekanbaru, sebelum berangkat mengantar energi ke pelosok negeri, Pekanbaru, Riau, Kamis, 2 Oktober 2025. Ilustrasi - Deretan mobil tangki antri mengisi BBM di pompa Fuel Terminal Sei Siak, Jalan Sungai Duku, Pekanbaru, sebelum berangkat mengantar energi ke pelosok negeri, Pekanbaru, Riau, Kamis, 2 Oktober 2025. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Pusat Kajian Ketahanan Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (Puskep UI) menegaskan bahwa penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) bukan hal baru. Praktik ini lazim diterapkan di berbagai negara dengan kadar 5 hingga 10 persen dan terbukti positif bagi lingkungan.

Direktur Eksekutif Puskep UI, Ali Ahmudi, menjelaskan bahwa penggunaan etanol memberi dampak baik terhadap lingkungan karena dapat menekan emisi karbon. Menurutnya, di Eropa kadar etanol dalam BBM biasa mencapai 5–8 persen, sementara di Amerika dan Australia bahkan lebih tinggi.

“Itu sudah lazim dipakai dan berpengaruh sangat baik untuk lingkungan, mereduksi emisi karbon. Karena ada beberapa tujuan lain, tidak semata-mata kepentingan bisnis, namun agar mengurangi minyak dari fosil,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 3 Oktober 2025.

Ali menambahkan bahwa perusahaan energi global seperti Shell, Total, dan BP juga menggunakan bahan bakar beretanol sebagai bagian dari transisi energi. “Jadi ini sudah global, bukan lagi lokal dan regional. Hampir semuanya melakukan hal itu,” katanya.

Baca Juga: Kementerian ESDM Panggil SPBU Swasta Terkait Pembelian BBM Impor yang Belum Terealisasi

Ia mempertanyakan alasan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta di Indonesia menolak BBM impor Pertamina yang mengandung 3,5 persen etanol. Padahal, angka tersebut jauh di bawah kadar etanol yang umum digunakan di luar negeri serta aman untuk kendaraan, terutama mesin keluaran terbaru.

“Apalagi kendaraan 2010-an ke sini sudah relatif ramah lingkungan, teknologinya rata-rata sudah adaptif. Justru di berbagai negara, jauh di atas 3,5 persen. Makanya kalau sebesar itu tidak masalah,” jelasnya.

Ali menilai alasan mayor yang disampaikan SPBU swasta, yakni kekhawatiran mesin rusak akibat kandungan etanol, terlalu berlebihan. Ia juga menyinggung adanya alasan minor yang sekadar mencari-cari dalih

 

Baca Juga: PSSI: Sepak Bola Punya Beban Khusus di SEA Games 2025

“Bukannya negara lain juga menggunakan BBM dengan kandungan etanol, yang bisa berperan serta dalam mengurangi perubahan iklim dan emisi karbon? Nyatanya di sana aman-aman saja,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Di sisi lain, Ali berharap masyarakat mendapat edukasi yang tepat mengenai etanol, terutama di era media sosial saat arus informasi mudah disalahartikan. “Padahal, apa yang mereka pahami (termasuk soal etanol) belum tentu benar,” tambahnya.

Sebelumnya, Vivo dan BP-AKR yang sempat sepakat membeli BBM impor dari Pertamina membatalkan rencana tersebut dengan alasan kandungan etanol sebesar 3,5 persen.

(Sumber: Antara)

x|close