Microsoft Batasi Akses Militer Israel ke Layanan Cloud dan AI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Sep 2025, 12:55
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Arsip Foto - Gedung Kantor Microsoft Corp. Microsoft Corp, Sunnyvale, CA, USA. Arsip Foto - Gedung Kantor Microsoft Corp. Microsoft Corp, Sunnyvale, CA, USA. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Microsoft secara resmi menghentikan akses militer Israel ke sejumlah layanan cloud dan kecerdasan buatan (AI). Keputusan ini diumumkan oleh Wakil Ketua sekaligus Presiden Microsoft, Brad Smith, setelah muncul laporan bahwa layanan tersebut dipakai untuk pengawasan massal terhadap warga sipil Palestina.

Smith menyampaikan kebijakan itu kepada karyawan pada Kamis, 25 September 2025, setelah The Guardian melaporkan bulan lalu bahwa Israel menyimpan rekaman dan data warga Palestina melalui Azure Microsoft hingga mencapai satu juta panggilan per jam.

"Sementara peninjauan kami masih berlangsung, kami telah menemukan bukti yang mendukung beberapa elemen laporan The Guardian," kata Smith dalam pengumumannya yang dikutip dari The Verge.

Baca Juga: Microsoft Resmikan Data Center Pertama di Indonesia, Menkomdigi Targetkan Kontribusi Ekonomi Rp41 Triliun

Microsoft telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan Israel (IMOD) mengenai layanan berlangganan yang dinonaktifkan, termasuk penyimpanan cloud dan beberapa teknologi AI.

"Kami telah meninjau keputusan ini dengan IMOD dan langkah-langkah yang kami ambil untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan layanan kami, dengan fokus memastikan layanan kami tidak digunakan untuk pengawasan massal terhadap warga sipil," ujar Smith.

Menurut Smith, pemblokiran ini berlaku hanya untuk "seperangkat layanan" yang digunakan oleh satu unit di IMOD. Ia menegaskan bahwa Microsoft "tidak menyediakan teknologi untuk memfasilitasi pengawasan massal terhadap warga sipil".

Namun, langkah ini tidak memengaruhi kontrak lain Microsoft dengan pemerintah Israel. Smith menekankan bahwa pihaknya tetap menjalankan pekerjaan penting, termasuk melindungi keamanan siber Israel dan negara-negara Timur Tengah dalam kerangka Perjanjian Abraham.

Baca Juga: Menkop Dorong Optimalisasi Microsite untuk Percepat Digitalisasi Kopdes Merah Putih

The Guardian sebelumnya melaporkan bahwa militer Israel telah memindahkan data hingga 8TB dari Azure hanya beberapa hari setelah kabar awal muncul bulan lalu. Data tersebut disebut akan dialihkan ke Amazon Web Services, meski Amazon belum memberikan tanggapan resmi.

Tinjauan Microsoft juga dipicu oleh tekanan internal. Beberapa karyawan, baik yang masih aktif maupun yang sudah keluar, menuntut penghentian kerja sama dengan Israel. Microsoft bahkan memecat lima pegawai terkait protes di kantor pusatnya.

Protes bulan lalu mencakup aksi perkemahan serta sekelompok orang yang masuk ke gedung kantor pusat dan menyiarkan langsung dari ruang presiden Microsoft. Komunitas No Azure for Apartheid juga aktif melakukan tekanan publik, termasuk menginterupsi eksekutif Microsoft saat perayaan ulang tahun ke-50 perusahaan dan dalam beberapa konferensi pengembang Build.

"Berita hari ini merupakan kemenangan yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya bagi kampanye dan pengorganisasian kami," ujar Koordinator No Azure for Apartheid, Hossam Nasr.

Baca Juga: Microsoft Ungkap 10 Pekerjaan yang Paling Kebal Ancaman AI

Menurut Nasr, langkah Microsoft merupakan kali pertama perusahaan teknologi besar di AS menghentikan layanan yang digunakan militer Israel. Namun ia menilai kebijakan ini masih terbatas, karena hanya menyasar sebagian kecil layanan dan satu unit militer saja.

"Keputusan hari ini justru semakin memotivasi kami untuk melanjutkan aksi pengorganisasian hingga semua tuntutan kami terpenuhi, dan hingga Palestina merdeka," tegas Nasr.

(Sumber: Antara)

x|close