Ntvnews.id, Jakarta - Dorongan agar pemerintah menunda kenaikan tarif cukai rokok semakin kuat disuarakan. Moratorium ini dinilai dapat membantu menahan tekanan berat yang tengah dialami industri tembakau, sekaligus menjaga stabilitas tenaga kerja dan kesejahteraan petani.
Akademisi IPB University, Prima Gandhi, menilai industri tembakau dalam beberapa bulan terakhir menghadapi guncangan serius. Penurunan produksi rokok membuat serapan tembakau dari petani merosot tajam, sehingga langsung berdampak pada penghasilan mereka.
“Petani menghadapi ketidakpastian pasar dan fluktuasi pendapatan yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan ketidakstabilan sosial terutama di daerah penghasil tembakau seperti Madura dan Jawa Timur,” ujar Prima dalam keterangannya, Rabu, 17 September 2025.
Ia mencontohkan, harga beli tembakau turun signifikan di sejumlah daerah, bahkan menyebabkan pendapatan petani berkurang hingga 30 persen, termasuk di Temanggung. Situasi ini makin diperburuk oleh ancaman pengurangan tenaga kerja di pabrikan besar akibat melemahnya daya beli masyarakat serta maraknya rokok ilegal.
Baca Juga: OJK Pastikan Dana Rp200 Triliun di Perbankan Dialirkan ke UMKM
Menurut Gandhi, penundaan kenaikan cukai akan memberi kesempatan industri untuk pulih.
“Moratorium ini sangat strategis untuk memberi ruang bagi ekosistem industri tembakau beradaptasi dengan tekanan pasar dan regulasi yang selama ini membebani petani dan pabrikan. Moratorium penting untuk menstabilkan harga dan pasar tembakau serta mencegah penurunan kesejahteraan petani lebih dalam,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan cukai rokok selama ini berdampak langsung pada volume produksi dan serapan tembakau.
“Selain itu, kenaikan cukai juga menyuburkan pasar rokok ilegal yang membuat produsen rokok legal harus menekan harga beli tembakau sehingga merugikan petani,” ucapnya.
Baca Juga: Infografik: Paket 8+4+5 Jadi Upaya Pemulihan Ekonomi
Gandhi juga mengaitkan usulan moratorium ini dengan kebijakan pemerintah yang memutuskan tidak menaikkan pajak pada 2026. Ia menilai, dalam kondisi sekarang, penerimaan negara lebih baik dioptimalkan lewat peningkatan kepatuhan pajak serta pemberantasan rokok ilegal, ketimbang menaikkan tarif cukai yang justru bisa memperburuk situasi industri dan petani.
“Kebijakan moratorium kenaikan cukai mesti segera dilakukan karena dapat memberikan kepastian siklus pertanian tembakau dengan mengurangi fluktuasi harga dan volume pembelian dari pabrikan,” lanjutnya.
Ia menutup pandangan dengan menekankan aspek keadilan sosial dalam kebijakan cukai.
“Keadilan sosial dapat terwujud bila kebijakan cukai tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada petani sebagai bagian penting rantai nilai industri tembakau dan menjaga keberlanjutan ekonomi daerah yang mengandalkan cukai rokok,” imbuhnya.