Ntvnews.id, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di perbankan akan diarahkan untuk mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). OJK memastikan koordinasi dilakukan bersama Kementerian Keuangan dan perbankan agar manfaat dana tersebut benar-benar dirasakan pelaku UMKM.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan pihaknya berkomitmen mengawal penyaluran dana tersebut.
“Kita akan pastikan bahwa memang niat baik pemerintah untuk men-drop dana sebesar Rp200 triliun itu kemudian bisa diimplementasikan secara baik. Termasuk tadi beberapa concern yang disampaikan oleh anggota Dewan terkait dengan masalah penyaluran (kredit) terhadap UMKM dan lain sebagainya. Tentu itu adalah jadi bagian concern kita,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu, 17 September 2025.
Baca Juga: Terpopuler: OJK Sebut Satu Bank Sedang Menjajaki Rencana Spin-Off UUS, Kerusuhan Besar di Nepal
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Senin, 4 Agustus 2025. (ANTARA)
Dian menyampaikan, penyaluran kredit UMKM masih melambat. Pada Juli 2025, kredit UMKM hanya tumbuh 1,82 persen (yoy), jauh lebih rendah dibanding Juli 2024 yang mencapai 5,16 persen. Secara year-to-date (ytd), kredit UMKM bahkan terkontraksi 0,62 persen sejak akhir 2024 dengan porsi terhadap total kredit stagnan di kisaran 18,61 persen.
Sebaliknya, kredit korporasi menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit perbankan secara agregat. Hingga Juli 2025, kredit korporasi tumbuh 9,59 persen (yoy) dan mendominasi 52,80 persen dari total kredit.
Untuk mempercepat akses pembiayaan UMKM, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM. Regulasi ini mendorong bank menyediakan produk inovatif sesuai kebutuhan segmen usaha, mulai dari mikro hingga menengah.
Selain itu, Dian menyatakan dukungan terhadap program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta kebijakan hapus tagih bagi debitur UMKM bermasalah. Menurutnya, penguatan ekosistem UMKM melalui pelatihan, model bisnis, off-taker, hingga pemanfaatan data akan meningkatkan peluang pelaku usaha naik kelas.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (kiri) sebelum mengikuti rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025). (ANTARA)
Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan Baru Permudah Akses Pembiayaan UMKM
Dari sisi risiko, Dian mengungkapkan rasio kredit bermasalah (NPL) UMKM pada Juli 2025 naik tipis menjadi 4,43 persen dari 4,41 persen di Juni. Namun, rasio loan at risk turun ke 12,70 persen, lebih rendah dibanding sebelum pandemi yang sebesar 12,74 persen.
“Kita memang kalau dalam menangani kredit UMKM itu seharusnya memang antara kuantitatif dan kualitatif itu harus seimbang Pak, dan ini yang paling harus kita pastikan. Dalam pengertian bahwa pemberian kredit UMKM yang misalnya, katakanlah, dilakukan secara tergesa-gesa atau secara masif tanpa mempertimbangkan masalah-masalah kelancaran bisnis UMKM dan lain sebagainya akan menjadi persoalan tersendiri,” jelas Dian.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menilai terbitnya POJK 19/2025 sebagai kabar baik bagi pelaku usaha. Ia menilai aturan baru ini dapat memangkas prosedur pengajuan kredit yang selama ini dinilai rumit.
“Harapannya akses modal usaha bagi UMKM bisa lebih mudah dijangkau dengan adanya peraturan ini, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang terjerat rentenir maupun pinjaman online ilegal,” kata Puteri.
Baca Juga: OJK: Penempatan Rp200 Triliun di Himbara Perkuat Likuiditas dan Kredit Perbankan
(Sumber: Antara)