Ntvnews.id, New York - Sejumlah negara Eropa yang menjadi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyatakan kecaman atas meningkatnya aksi kekerasan yang dilakukan pemukim ilegal Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan.
Dilansir dari Anadolu, Kamis, 18 Desember 2025, dalam pernyataan bersama pada Selasa, 16 Desember, mereka mengungkapkan bahwa lebih dari 260 insiden tercatat hanya dalam kurun satu bulan, yang disebut sebagai tingkat kekerasan tertinggi sepanjang sejarah di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Mewakili kelompok E5, yaitu Denmark, Prancis, Yunani, Slovenia, dan Inggris Duta Besar Inggris untuk PBB James Kariuki menyampaikan bahwa DK PBB akan mengadakan pertemuan guna membahas penerapan Resolusi DK PBB 2334. Resolusi tersebut secara jelas mengecam aktivitas permukiman Israel dan menegaskan kewajiban mematuhi hukum internasional.
Baca Juga: Advokat Khusus Sekjen PBB Ratu Máxima Tiba di Indonesia untuk Kunjungan Kerja
Kariuki memperingatkan, kebijakan Israel yang terus mengabaikan resolusi tersebut turut memperparah ketidakstabilan di Tepi Barat. Ia menilai kondisi ini berpotensi menggagalkan implementasi rencana 20 poin untuk Gaza, sekaligus mengancam keberlanjutan Solusi Dua Negara serta perdamaian dan keamanan jangka panjang di kawasan.
“Kami mengutuk keras peningkatan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh para pemukim terhadap warga sipil Palestina dari semua agama dan denominasi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dengan tahun 2025 sebagai tahun paling penuh kekerasan yang pernah tercatat,” kata Kariuki.
PBB (Istimewa)
Berdasarkan data Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), Kariuki menyebut bahwa lebih dari 260 serangan terhadap warga Palestina beserta properti mereka terjadi hanya pada Oktober. Menurutnya, situasi ini sangat mengkhawatirkan karena tidak hanya menebar teror terhadap warga sipil Palestina, tetapi juga menghambat proses perdamaian dan bahkan berpotensi mengancam keamanan Israel.
Ia pun mendesak Israel agar memenuhi kewajibannya sesuai hukum internasional, termasuk memastikan perlindungan bagi penduduk Palestina di wilayah pendudukan. Kelompok E5 kembali menekankan pentingnya menjaga serta menghormati status quo situs-situs suci di Yerusalem.
“Kami menegaskan kembali penentangan keras terhadap segala bentuk aneksasi dan kebijakan permukiman pemerintah Israel yang melanggar hukum internasional,” ujar Kariuki. Ia menyoroti keputusan Israel mengalokasikan anggaran sebesar 2,5 miliar shekel (sekitar 836,5 juta dolar AS) untuk permukiman ilegal, penggusuran paksa warga Palestina di Yerusalem Timur, persetujuan rencana permukiman E1, serta pembangunan ribuan unit hunian baru yang dinilai dapat mengguncang stabilitas kawasan dan merusak kelayakan Solusi Dua Negara.
Selain itu, Kariuki menekankan peran krusial Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Ia menyampaikan keprihatinan atas tindakan otoritas Israel yang memasuki kompleks UNRWA di Yerusalem Timur pada 8 Desember tanpa izin. Menurutnya, fasilitas PBB memiliki status yang dilindungi secara mutlak oleh hukum internasional dan harus dihormati sepenuhnya.
Baca Juga: 2 Lembaga PBB Respons Permintaan Aceh Untuk Pemulihan Bencana
Terkait kondisi ekonomi di Tepi Barat, Kariuki menilai penahanan pendapatan pajak Palestina, ancaman pemutusan hubungan perbankan koresponden, serta pembatasan transfer shekel sebagai langkah yang tidak dapat dibenarkan. Ia memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berisiko memicu keruntuhan finansial di Tepi Barat dan krisis fiskal bagi Otoritas Palestina, yang pada akhirnya melemahkan kapasitasnya dalam menyediakan layanan publik, menjalankan reformasi, serta mengambil tanggung jawab di Gaza sebagaimana diamanatkan Resolusi DK PBB 2803.
Ia pun mendesak Israel untuk segera mencairkan pendapatan pajak yang ditahan, mencabut atau secara signifikan melonggarkan pembatasan transfer shekel, serta memastikan perpanjangan jangka panjang hubungan perbankan koresponden guna mencegah kejatuhan ekonomi dan menjaga peluang perdamaian.
“Kami sangat prihatin terhadap pembatasan pergerakan, pengusiran paksa, dan operasi pasukan keamanan Israel di Tepi Barat yang terus memperburuk situasi kemanusiaan, dan menyerukan agar hal tersebut segera dihentikan,” kata Kariuki.
Sidang PBB (Istimewa)