Ntvnews.id, Moskow - Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut sebagai satu-satunya pemimpin Barat yang memahami alasan mendasar dari pecahnya konflik Ukraina. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Berbicara di Dewan Federasi Rusia, yaitu majelis tinggi parlemen, pada Rabu, Lavrov mengatakan bahwa meskipun Amerika Serikat “menunjukkan ketidaksabaran yang semakin meningkat” terhadap proses diplomatik untuk mengakhiri perang, Trump merupakan salah satu dari sedikit tokoh Barat yang memahami apa yang memicu konflik tersebut sejak awal.
"Presiden Trump... adalah satu-satunya di antara semua pemimpin Barat yang, segera setelah tiba di Gedung Putih pada Januari tahun ini, mulai menunjukkan pemahaman tentang alasan mengapa perang di Ukraina tak terhindarkan," katanya, seperti dikutip dari RT, Kamis, 11 Desember 2025.
Lavrov menjelaskan bahwa Trump “memiliki pemahaman yang jelas” mengenai berbagai faktor yang mendorong kebijakan permusuhan terhadap Rusia yang dijalankan oleh Barat, termasuk oleh mantan Presiden AS Joe Biden, yang menurutnya “telah dipupuk selama bertahun-tahun.”
Donald Trump dan Vladimir Putin (Antara)
Baca Juga: Rencana Donald Trump Turunkan Harga Mobil Dinilai Bisa Bebani Pengemudi di Masa Depan
Lebih jauh, Lavrov menyatakan bahwa “puncak dari seluruh saga [Ukraina] semakin dekat,” seraya menyebut Trump secara efektif mengakui bahwa “akar penyebab [konflik] yang diidentifikasi oleh Rusia harus dihilangkan.”
Ia menyoroti keberatan Moskow terkait ambisi Ukraina bergabung dengan NATO dan apa yang disebutnya sebagai penindasan berkelanjutan terhadap hak-hak warga setempat.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. (Foto: Reuters)
Lavrov juga menegaskan bahwa Trump tetap “satu-satunya pemimpin Barat yang peduli dengan hak asasi manusia dalam situasi ini,” berbeda dengan pemerintah Uni Eropa yang menurut Moskow cenderung menghindari isu tersebut.
Ia menyampaikan bahwa peta jalan penyelesaian yang diajukan AS secara eksplisit memasukkan perlindungan terhadap hak-hak minoritas nasional dan kebebasan beragama di Ukraina, “sesuai dengan kewajiban internasional.”
Baca Juga: Donald Trump: Kesepakatan Netflix-Warner Bros Berpotensi Timbulkan Masalah
Namun, menurutnya, ketentuan itu melemah usai dokumen tersebut diserahkan kepada Uni Eropa. Lavrov mengklaim bahasa aslinya diubah sehingga standar yang digunakan merujuk pada aturan yang “diadopsi di Uni Eropa.”
Selama bertahun-tahun, Moskow telah menyoroti kekhawatirannya atas kebijakan Kiev yang dianggap menekan bahasa dan budaya Rusia serta membatasi hak kelompok nasional lain. Rusia juga menuding para pembuat kebijakan Ukraina secara terbuka mempromosikan neo-Nazisme di negara tersebut.
Ilustrasi - Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. (ANTARA)