Ntvnews.id, Bangkok - Thailand mendorong pembentukan misi pencari fakta independen oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan penggunaan ranjau darat baru di sepanjang perbatasannya dengan Kamboja.
Usulan tersebut disampaikan dalam pertemuan ke-22 Negara-Negara Pihak Konvensi Larangan Ranjau Anti-Personel di Jenewa.
Dilansir dari Thai PBS, Minggu, 7 Desember 2025, Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow menyampaikan bahwa pihaknya telah berupaya menggunakan "setiap mekanisme bilateral dengan itikad baik" untuk menyelesaikan persoalan ranjau dengan Kamboja.
Namun, ia mempertanyakan implikasi lebih jauh jika dugaan penanaman ranjau baru tidak ditindaklanjuti. "Jika suatu negara pihak dapat menanam ranjau baru dan begitu saja menyangkalnya tanpa konsekuensi, apa yang akan terjadi setelah korban berikutnya?" ujarnya.
Baca Juga: Polresta Bandung Berhasil Pulangkan Rizki Nur Fadhilah dari Kamboja
Sihasak meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk mengerahkan kewenangannya dalam memfasilitasi misi pencari fakta yang independen, seraya menekankan bahwa langkah tersebut adalah "cara yang paling adil, paling efektif, dan paling transparan ke depan." Ia menambahkan bahwa inisiatif itu dapat membantu "mendepolitisasi masalah ini dan menunjukkan bahwa prosedur Konvensi dapat menegakkan integritasnya ketika diuji."
Arsip foto - Tentara Kamboja berjaga di kawasan perbatasan Prey Chan, Banteay Meanchey, Kamboja (29/8/2025). Meski gencatan senjata telah diberlakukan, penjagaan ketat tetap dilakukan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa. (Antara)
Sementara itu, delegasi Kamboja yang diketuai Menteri Senior Ly Thuc membantah keras tuduhan Thailand. Dalam pernyataannya, Kamboja menyebut bahwa “klaim yang tidak berdasar seperti ini tidak mendukung perdamaian,” serta menyerukan agar semua pihak kembali pada “semangat yang membangun Konvensi ini: Kemitraan, Dialog, dan Komitmen Bersama untuk melindungi kehidupan, memulihkan perdamaian, dan membangun dunia yang lebih aman bagi generasi mendatang.”
Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa forum internasional tersebut "tidak seharusnya menjadi ajang peradilan atau konfrontasi politik, tetapi tetap menjadi ruang bagi negara-negara pihak untuk bekerja dengan itikad baik, saling menghormati, dan menyelesaikan perbedaan dengan dialog yang damai dan konstruktif."
Baca Juga: Rusia Serukan Perdamaian dalam Konflik Perbatasan Kamboja–Thailand
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja sebelumnya meningkat pada bulan lalu setelah Thailand menangguhkan pakta perdamaian menyusul insiden ledakan ranjau darat di provinsi perbatasan Si Sa Ket yang melukai empat tentaranya.
Padahal, kedua negara telah menandatangani perjanjian damai di Kuala Lumpur pada Oktober 2025, disaksikan Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Sebelumnya, pada 28 Juli, Thailand dan Kamboja juga menyepakati gencatan senjata tanpa syarat dalam pertemuan trilateral yang difasilitasi Anwar, setelah berminggu-minggu ketegangan di perbatasan.
Arsip foto - Tentara Kamboja berjaga di kawasan perbatasan Prey Chan, Banteay Meanchey, Kamboja (29/8/2025). Meski gencatan senjata telah diberlakukan, penjagaan ketat tetap dilakukan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa. (Antara)