Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menjadwalkan pemeriksaan kode etik terhadap CS, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Enemawira, Sulawesi Utara, menyusul dugaan pemaksaan terhadap narapidana untuk mengonsumsi daging nonhalal.
“Sidang kode etik terhadap CS akan dilaksanakan hari ini tanggal 2 Desember 2025 di Ditjenpas oleh Tim Direktorat Kepatuhan Internal Ditjenpas,” ujar Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.
Rika menjelaskan bahwa CS sudah dimintai keterangan oleh Kantor Wilayah Ditjenpas Sulawesi Utara pada 27 November 2025. Di waktu yang sama, CS langsung dinonaktifkan dari jabatannya sehingga posisi Kalapas Enemawira kini digantikan oleh pelaksana tugas.
Pada 28 November 2025, Ditjenpas juga menerbitkan surat perintah untuk pemeriksaan lanjutan dan sidang kode etik terhadap CS.
Baca Juga: Respons Ditjenpas Soal Rumor Nikita Mirzani Live di Rutan
Ilustrasi lapas. (Dok.Antara)
Rika menegaskan Ditjenpas akan memberikan konsekuensi tegas apabila pelanggaran terbukti.
“Kami akan terus menegakkan kedisiplinan dan integritas petugas dan warga binaan. Pelayanan dan pembinaan akan diberikan sesuai dengan standar dalam pelaksanaan fungsi pemasyarakatan,” tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menyampaikan kecaman terhadap tindakan yang dituduhkan kepada kepala lapas tersebut. Ia menilai tindakan memaksa warga binaan makan daging anjing melanggar hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Menurut Mafirion, tindakan itu tidak bisa dibiarkan dan harus diproses secara serius oleh pemerintah. Ia meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan mencabut jabatan CS dan menindaklanjutinya secara hukum.
Baca Juga: Ditjenpas Tolak Keputusan Hakim untuk Hadirkan Ammar Zoni di Persidangan
Ia mengingatkan dasar hukum yang bisa digunakan. “Aturan dalam KUHP secara tegas menyebutkan bahwa perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat dipidana maksimal hingga lima tahun,” tegasnya, merujuk Pasal 156, 156a, 335, dan 351 KUHP.
Mafirion juga menyatakan bahwa tindakan tersebut berlawanan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurutnya, memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya merupakan bentuk pelanggaran terhadap martabat manusia.
“Kita tidak bisa membiarkan seorang warga negara diperlakukan seperti ini. Walaupun dia seorang warga binaan, tapi dia masih memiliki HAM yang harus tetap dilindungi. Jangan mentang-mentang dia warga binaan maka kalapas bisa sewenang-wenang melakukan pelanggaran. Jangan toleransi terhadap hal-hal seperti ini,” ujar Mafirion.
(Sumber: Antara)
Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Minggu (17/8/2025). (ANTARA)