Ntvnews.id, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprotes pajak kebutuhan pokok seperti sembako hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut mereka pengenaan pajak tersebut tak adil.
Ini merupakan fatwa baru MUI terkait prinsip pajak berkeadilan yang baru dikeluarkan mereka. Fatwa muncul menyikapi kegelisahan publik terkait kenaikan PBB.
Dalam ketentuan tersebut, MUI menegaskan bahwa rumah dan tanah yang ditempati tidak semestinya dikenai pungutan berulang.
"Kenaikan yang tidak proporsional itu menimbulkan keresahan. Fatwa ini diharapkan menjadi acuan perbaikan regulasi," ujar Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, di sela Munas XI MUI di Jakarta Utara, Minggu, 23 November malam.
MUI menuturkan, objek pajak seyogianya dibebankan pada harta yang dapat diproduktifkan atau bersifat sekunder dan tersier. Pengenaan pajak pada kebutuhan pokok seperti sembako, rumah yang dihuni, atau tanah tempat tinggal, dirasa tak sejalan dengan prinsip keadilan fiskal.
Baca Juga: Bahlil Temui Prabowo di Istana, Laporan PNBP Sampai RDMP Balikpapan
Selain itu, kata Ni’am, kewajiban pajak secara syariat hanya dikenakan kepada warga yang mampu. Ia mengaitkan batas kemampuan itu dengan nishab zakat mal, yakni setara 85 gram emas, yang dapat dijadikan rujukan batas tidak kena pajak (PTKP).
Guna memastikan praktik perpajakan berjalan adil, MUI mendorong pemerintah merevisi pengenaan pajak progresif yang dinilai membebani kelompok masyarakat tertentu.
Optimalisasi pengelolaan kekayaan negara juga ditekankan sebagai langkah yang harus diprioritaskan sebelum pemerintah memperluas basis pajak.
MUI juga mengingatkan pemerintah untuk memberantas mafia pajak yang merugikan masyarakat dan mengganggu prinsip keadilan distribusi. Pemerintah dan DPR pun dinilai memiliki tanggung jawab mengevaluasi regulasi perpajakan yang dianggap tidak proporsional.
MUI meminta agar fatwa tersebut dijadikan dasar dalam merumuskan kembali kebijakan terkait PPN, PPh, PBB, pajak kendaraan bermotor, hingga pajak waris yang kerap dinaikkan demi menambah pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan kondisi riil masyarakat.
Di samping isu pajak, Munas XI MUI juga mengesahkan empat fatwa lain. Antara lain, pedoman pengelolaan rekening dormant, aturan pengelolaan sampah di wilayah perairan, status saldo kartu uang elektronik yang hilang atau rusak, dan fatwa mengenai manfaat produk asuransi kematian dalam skema asuransi jiwa syariah.
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam Munas XI MUI di Jakarta, Minggu, 23 November 2025. ANTARA/HO-Majelis Ulama Indonesia. (Antara)