Rudyono Darsono Turun Tangan Tengahi Perkara Skorsing Mahasiswa UTA '45 Jakarta

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 21 Nov 2025, 07:09
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Rudyono Darsono saat turun tangan menengahi persoalan skorsing salah seorang mahasiswa. Rudyono Darsono saat turun tangan menengahi persoalan skorsing salah seorang mahasiswa.

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, Rudyono Darsono, turun tangan mengatasi persoalan skorsing terhadap mahasiswa yang hendak menggelar diskusi terkait penolakan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden ke-2 RI Soeharto. Rudyono berupaya menyelesaikan persoalan ini, dengan memanggil seluruh pihak terkait, termasuk mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta yang diskors, Damar Setyaji Pamungkas. Sejumlah fakta pun terungkap dalam kesempatan itu.

"Kita kasih kesempatan semua pihak terkait, memberikan penjelasan," ujar Rudy, sapaannya, kepada wartawan di kampus UTA '45 Jakarta, Jakarta Utara, Kamis, 20 November 2025. 

Para pihak yang memberikan keterangan, dimulai dari Damar. Lalu dilanjut oleh Kepala Kemahasiswaan UTA '45 Jakarta, Achmad Rofii; Kepala Keamanan Laode Ahmad Arifudin; dan Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis dan Ilmu Sosial UTA '45 Jakarta, Bobby Reza.

Damar sendiri memprotes alasan dirinya diskors. Menurut Damar, dalih bahwa kegiatan yang ia gelar kegiatan politik praktis, sehingga menjadi salah satu alasan sanksi skorsing dijatuhkan, tak tepat. "Itu cuma diskusi, bukan kegiatan politik praktis," ucapnya.

Baca Juga: Depan DPR, Rhoma Irama Minta Pemerintah Contoh Korea

Walau demikian, Damar juga meminta maaf karena menggelar kegiatan di dalam lingkungan kampus tanpa meminta izin, serta mengundang pihak luar tanpa memberitahukan pihak kampus.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis dan Ilmu Sosial UTA '45 Jakarta, Bobby Reza, mengatakan diskusi yang digelar Damar dianggap sebagai aktivitas politik praktis, tidak berhubungan sama sekali dengan kegiatan akademik, tanpa izin dan pemberitahuan. Karenanya, menyebabkan masuknya intervensi dari pihak luar, dalam hal ini kepolisian. Polisi berpakaian preman mendatangi kampus UTA '45 Jakarta, setelah undangan diskusi yang digelar Damar beredar luas.

"Polisi menyimpulkan bahwa kegiatan diskusi ini terafiliasi PDIP. Sebab ini terkait sejarah kampus, lalu warna almamater dan UTA yang identik dengan warna merah," tutur Bobby.

"Kemudian organisasi LMID dikaitkan dengan Budiman Sudjatmiko. Diskusi dikaitkan dengan PDIP, karena kader-kader PDIP yang banyak menolak Soeharto sebagai pahlawan nasional," imbuhnya.

Adapun kepolisian yang mendatangi kampus UTA '45 Jakarta dan berdiskusi dengan Bobby, berasal dari Polres Metro Jakarta Utara, Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.

Kepala Kemahasiswaan UTA '45 Jakarta Achmad Rofii menambahkan, dirinya sempat melihat aparat keamanan itu memotret-motret sejumlah titik di kampus. Karenanya ia menegur para polisi tersebut.

"Saya pertanyakan siapa mereka dan maksud kedatangannya," tegas Achmad.

Kepada Achmad, polisi menjelaskan kehadiran mereka guna mengantisipasi gangguan keamanan dari digelarnya diskusi penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Sebab, polisi mengaku mendapat informasi bahwa akan ada pihak-pihak yang kontra dengan diskusi, dan ingin mendatangi kampus UTA '45 Jakarta.

"Mereka mengatakan ada pihak yang kontra dengan narasi pada diskusi. Karena itu mereka hadir," kata Achmad.

Karena ada potensi gangguan keamanan itulah, Kepala Keamanan UTA '45 Laode Ahmad Arifudin mengambil tindakan. Ia memutuskan menutup pintu gerbang kampus dan melakukan sterilisasi di lokasi.

"Karena saya khawatir terjadi keributan hingga kerusuhan di kampus kalau diskusi itu digelar," ujarnya.

"Sebagai kepala keamanan itu menjadi tanggung jawab saya kalau sampai terjadi apa-apa. Saya nggak mau ambil risiko," sambung Arifuddin yang merupakan purnawirawan TNI.

Rudy menegaskan, upayanya turun tangan menengahi persoalan ini, sebagai orang tua bagi seluruh mahasiswa, tak terkecuali bagi Damar. Ia ingin memberikan penyelesaian perkara atau solusi yang terbaik.

"Kami sebagai ayah, pada dasarnya ingin melindungi seluruh mahasiswa yang merupakan anak kami," tegas Rudy.

Apalagi, ada hal-hal yang berpotensi mengancam keamanan dan ketertiban kampus, yang informasinya didapat dari pihak berwenang, apabila diskusi jadi digelar. Belum lagi, kata Rudy, sesuai kesaksian Kepala Kemahasiswaan pada pertemuaan tersebut, kepolisian sampai berencana memeriksa Damar.

"Karena itu kami tidak menyalahkan pihak keamanan dan Dekan Febis lakukan upaya-upaya pencegahan lebih dini, agar persoalan ini tak meluas, apalagi sampai merugikan sivitas akademika UTA '45 Jakarta," jelasnya.

Terkait peluang sanksi skorsing dicabut, menurutnya masih bisa dibicarakan. Itu tergantung pembicaraan Damar dengan Dekan.

"Tak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan," ucap Rudy.

"Biarlah ini menjadi pembelajaran juga buat kita semua, bahwa kebebasan apa pun harus tetap mengikuti aturan dan menghormati hak orang lain dan yang perlu diingat, etika, adab harus dikedepankan. Sepintar dan sebenar-benarnya seseorang, tetap harus beradab, beretika, sopan ketika berbicara, bertindak dan bersikap dalam hal apa pun," lanjutnya.

x|close