Penguji UU MD3 di MK Minta Konstituen Diberi Kewenangan Berhentikan Anggota DPR

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Nov 2025, 18:45
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Arsip Foto - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (keempat kiri) memimpin sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 16 Oktober 2024. ANTARA FOTO/Fauzan/nym/am. Arsip Foto - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (keempat kiri) memimpin sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 16 Oktober 2024. ANTARA FOTO/Fauzan/nym/am. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Para pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar rakyat, khususnya para konstituen, dapat diberi kewenangan untuk memberhentikan anggota DPR RI.

Permohonan tersebut diajukan oleh lima mahasiswa, yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, yang menguji konstitusionalitas Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.

“Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” kata Ikhsan, sebagaimana dikutip melalui laman resmi MK, Selasa.

Pasal yang diuji mengatur syarat pemberhentian antarwaktu anggota DPR, salah satunya melalui usulan partai politik. Para pemohon menilai ketentuan tersebut menempatkan partai politik sebagai satu-satunya pihak yang memiliki kewenangan memberhentikan anggota DPR, padahal dalam praktiknya sering kali dilakukan tanpa alasan yang jelas dan dinilai tidak mencerminkan prinsip kedaulatan rakyat.

Sebaliknya, ketika anggota DPR dinilai tidak lagi memperoleh legitimasi dari pemilihnya, partai politik justru tetap mempertahankan mereka.

Baca Juga: DPR Setujui RUU Perkoperasian Jadi Usul Inisiatif dalam Rapat Paripurna

Para pemohon memandang tidak adanya mekanisme pemberhentian anggota DPR oleh konstituen membuat peran rakyat dalam pemilu hanya bersifat prosedural. Setelah proses pemilihan selesai, mereka menyebut pemilih tidak lagi memiliki daya tawar untuk memastikan wakil yang duduk di parlemen sungguh memperjuangkan kesejahteraan dan menjalankan janji kampanye.

Hal ini dianggap menimbulkan kerugian hak konstitusional yang bersifat aktual maupun potensial bagi para pemohon.

Atas dasar itu, mereka menilai Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, partisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Melalui petitum, para pemohon meminta MK menafsirkan norma tersebut menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Perkara ini teregister dengan nomor 199/PUU-XXIII/2025, dengan sidang pendahuluan pertama digelar pada Selasa 4 November 2025 dan sidang perbaikan permohonan pada Senin 17 November 2025.

(Sumber: Antara)

x|close