Ntvnews.id, Jakarta - Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta menggelar Jakarta Walking Tour Festival, sebuah kegiatan yang bukan hanya mengajak warga menelusuri sejarah, tapi juga menyentuh akar budaya yang jarang tersentuh, yaitu tradisi perawatan tubuh khas Betawi, Tangas.
Melalui festival ini, peserta diajak menyelami sisi lain kebudayaan Betawi, terutama warisan kecantikan dan kesehatan yang telah hidup ratusan tahun. Salah satu sesi paling menarik datang dari pegiat budaya Cucu Sulaicha, yang melestarikan Tangas Betawi. Ia memperkenalkan teknik pijat dan ritual kecantikan kuno bernama Pijit Pulen Legit.
“Pemijat harus dalam keadaan suci karena melafazkan doa dari awal sampai akhir,” ujar Cucu dalam acara yang digelar bersama dengan Indonesia Wellness Spa Professional Association (IWSPA)
Cucu menjelaskan, budaya perawatan tubuh dalam tradisi Betawi tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang pembauran etnis di Nusantara. Masyarakat Betawi, katanya, merupakan hasil perpaduan berbagai bangsa seperti Melayu, Cina, Arab, hingga Eropa yang telah berasimilasi selama lebih dari empat abad di wilayah Jayakarta.
Baca Juga: Shell di Bintaro Siapkan Pijat Refleksi Akibat Stok BBM Kosong
“Betawi itu cerminan kebudayaan yang lahir dari pertemuan peradaban. Mulai dari bahasa, adat, kuliner, hingga perawatan tubuh seperti Tangas adalah hasil asimilasi yang membentuk identitas unik orang Betawi,” jelasnya.
Tangas bukan sekadar ritual kecantikan. Dalam kepercayaan masyarakat Betawi tempo dulu, Tangas adalah prosesi spiritual cleansing, mandi uap dengan ramuan bunga dan rempah yang dipimpin oleh dukun piare atau tukang piare.
Prosesnya dilakukan menjelang pernikahan, sebagai simbol penyucian diri. Calon pengantin wanita akan duduk di kursi rotan bolong yang di bawahnya diletakkan paso berisi air rebusan bunga mawar, kenanga, melati, pandan wangi, hingga serutan kayu secang. Uap dari ramuan ini dipercaya membuka pori-pori, menenangkan pikiran, dan menambah aura kecantikan calon pengantin.
“Selama tangas, calon pengantin tidak boleh bercermin selama sebulan penuh, diajarkan berdzikir, menjaga makanan, dan meminum jamu godogan. Tujuannya bukan hanya mempercantik diri, tapi juga menyiapkan hati dan jiwa menghadapi kehidupan rumah tangga,” tutur Cucu.
Baca Juga: Mengintip Masjid di Pekalongan Sediakan Layanan Pijat hingga Potong Rambut Gratis bagi Pemudik
Cucu juga menjelaskan teknik Pijit Pulen Legit, yaitu pijatan khas Betawi yang memadukan doa, minyak kelapa, dan gerakan tradisional untuk melancarkan peredaran darah serta menjaga kesegaran tubuh. Setiap gerakan, dari “jalan seser” hingga “rapet seser”, memiliki makna simbolik dan anatomi yang spesifik.
“Gerakan ini bukan sekadar pijat, tapi bentuk perawatan penuh makna yang menjaga keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan spiritual,” katanya sambil memperlihatkan langkah demi langkah pijatan yang diwariskan secara turun-temurun.
Lewat Jakarta Walking Tour Festival, Disparekraf DKI berharap masyarakat dapat mengenal lebih dalam kebudayaan Betawi dari berbagai sisi, termasuk warisan perawatan tubuh tradisional yang kini mulai dilupakan.
Pegiat SPA Betawi (Dok. NTV: Dedi)