Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2016–2024, Semuel Abrijani Pangerapan, resmi didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp140,86 miliar.
Kasus tersebut berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di lingkungan Kominfo untuk periode 2020–2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Fadil Paramajeng dari Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa Semuel diduga menyalahgunakan kewenangan jabatan untuk memperkaya PT Aplikanusa Lintasarta sebesar nilai kerugian negara tersebut, serta menerima suap sebesar Rp6 miliar.
"Perbuatan melawan hukum Semuel dilakukan bersama-sama dengan para terdakwa lain,"
ujar JPU saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 11 November 2025.
Dalam perkara ini, Semuel disidangkan bersama beberapa terdakwa lain, yaitu Alfi Asman (Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014–2022), Bambang Dwi Anggono (Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Ditjen Aptika Kominfo periode 2019–2023), Nova Zanda (Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK pengadaan barang/jasa PDNS periode 2020–2022), serta Pini Panggar Agusti (Account Manager PT Dokotel Teknologi periode 2017–2021).
Baca Juga: Eks Dirjen Aptika Kominfo Didakwa Terima Suap Rp6 Miliar dalam Kasus Korupsi PDNS
Semuel dan Bambang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Alfi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1) huruf b jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Nova dan Pini dikenakan ancaman sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut penjelasan jaksa, kasus ini bermula pada Oktober 2019, ketika Semuel, Bambang, dan Alfi mengadakan pertemuan untuk membahas arah penunjukan pemenang tender proyek PDNS atau Infrastructure as a Service (IaaS) 2020, yang telah diarahkan kepada PT Aplikanusa Lintasarta.
"Dilaksanakannya penyelenggaraan pusat data dengan skema sewa kepada pihak ketiga pada tahun 2020 mengakibatkan ketergantungan pada pelaksanaan penyimpanan data instansi pusat dan daerah di tahun-tahun berikutnya,"
jelas JPU.
Situasi tersebut membuat Kominfo pada tahun 2021 kembali menunjuk PT Aplikanusa Lintasarta sebagai penyedia jasa PDNS, dengan alasan layanan pusat data tidak boleh berhenti beroperasi.
Dalam tahap perencanaan dan penganggaran penyediaan layanan komputasi awan (cloud service) PDNS 2021, Semuel dan Bambang kembali mengajukan usulan anggaran kegiatan.
Baca Juga: Kemkomdigi Tegaskan Dukungan Penuh dalam Penegakan Hukum Proyek PDNS
Untuk memastikan penyedia layanan tetap di tangan perusahaan yang sama, pada 21 Desember 2020, Semuel menandatangani nota dinas yang berisi permohonan pertimbangan regulasi terkait mekanisme pengadaan barang dan jasa kepada Inspektur Jenderal Kemenkominfo.
"Permohonan diajukan dengan dalih layanan PDNS tahun 2020 tidak dapat berhenti sehingga harus melakukan pengadaan layanan dengan mekanisme penunjukan langsung kepada penyedia sebelumnya, yakni PT Aplikanusa Lintasarta,"
ungkap JPU.
Menindaklanjuti nota dinas tersebut, Inspektorat Jenderal Kominfo kemudian memberikan rekomendasi agar proses pengadaan PDNS 2021 dilakukan dengan kombinasi metode penunjukan langsung dan tender.
Setelah itu, Nova Zanda menyampaikan kepada saksi Nur yang merupakan sales PT Aplikanusa Lintasarta, bahwa pengadaan layanan komputasi awan untuk bulan Januari dan Februari 2021 akan dilakukan melalui penunjukan langsung, mengingat layanan tersebut tidak boleh berhenti.
Pada tahun berikutnya, yakni 2022, PT Aplikanusa Lintasarta kembali ditetapkan sebagai salah satu pemenang tender untuk proyek penyediaan layanan komputasi awan PDNS. Dalam pelaksanaan kontrak tahun 2021 tersebut, jaksa menduga Semuel Abrijani meminta uang sebesar Rp6 miliar kepada Alfi Asman sebagai imbalan atas penunjukan PT Aplikanusa Lintasarta.
Uang tersebut, menurut dakwaan, disampaikan melalui saksi Irwan Hermawan.
(Sumber : Antara)
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang juga mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024 Semuel Abrijani Pangerapan mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 10 November 2025. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/bar/am. (Antara)