Ntvnews.id, Jakarta – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat resmi menerima pelimpahan dan telah meregister berkas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, sebagai tersangka.
Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menyampaikan bahwa perkara tersebut telah terdaftar dengan Nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.
"Ketua PN Jakpus telah menunjuk tiga hakim untuk mengadilinya," ujar Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 7 November 2025.
Tiga hakim yang ditunjuk yaitu Fajar Kusuma Aji sebagai hakim ketua, serta Adek Nurhadi dan Sigit Herman Binaji sebagai hakim anggota. Berdasarkan data dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, sidang perdana Nurhadi dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 18 November 2025, dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
Kasus TPPU yang menjerat Nurhadi ini berawal dari perkara pokok tindak pidana korupsi. Ia sebelumnya dinyatakan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA pada periode 2011–2016, di mana ia menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.
Baca Juga: KPK Panggil 10 Saksi di Sulsel dalam Kasus TPPU Mantan Mentan SYL
Ilustrasi - Tahanan di dalam penjara. ANTARA/HO-Shutterstock/pri (Antara)
Atas kasus tersebut, Nurhadi dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Melalui putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, terbukti menerima suap senilai Rp35,726 miliar serta gratifikasi sebesar Rp13,787 miliar dari sejumlah pihak.
Penerimaan gratifikasi dan dugaan pencucian uang tersebut juga terkait dengan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Eddy, yang pernah menjabat sebagai Presiden Komisaris Lippo Group, telah lebih dahulu divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 6 Maret 2019. Ia terbukti menyuap mantan panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, sebesar Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS, dengan total sekitar Rp877 juta.
Tindakan tersebut dilakukan bersama sejumlah pihak, antara lain Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno. Uang suap itu diberikan agar Edy Nasution membantu menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dalam perkara melawan PT Kwang Yang Motor Co. Ltd (KYMCO) pada 2013–2015, dengan imbalan Rp150 juta.
Baca Juga: KPK Panggil Putri SYL dan Penyanyi Nayunda Nabila Jadi Saksi Kasus TPPU
Selain itu, dalam perkara kedua, Edy Nasution menerima uang sebesar 50 ribu dolar AS untuk memproses Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) yang diajukan setelah batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi dan menanyakan alasan keterlambatan pengiriman berkas perkara. Nurhadi disebut sempat menghubungi Edy Nasution agar mempercepat proses pengiriman berkas PK tersebut.
(Sumber: Antara)
Tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc. (Antara)