Ntvnews.id, Jakarta - Kualitas udara di Jakarta pada Senin 20 Oktober 2025 pagi tercatat masuk dalam kategori tidak sehat, menempatkan Ibu Kota di peringkat kelima kota dengan udara terburuk di dunia.
Menurut data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.50 WIB, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta berada di angka 183, yang tergolong tidak sehat. Angka tersebut menunjukkan tingkat polusi udara PM2,5 dengan konsentrasi sebesar 100,5 mikrogram per meter kubik.
Kategori ini menandakan kualitas udara yang berisiko bagi kelompok sensitif, termasuk anak-anak, lansia, serta penderita penyakit pernapasan. Udara dengan tingkat polusi tersebut juga berpotensi merugikan hewan sensitif, tanaman, hingga menurunkan nilai estetika lingkungan.
IQAir pun menyarankan warga untuk menghindari aktivitas di luar ruangan, menggunakan masker saat bepergian, serta menutup jendela rumah guna mencegah udara kotor masuk ke dalam ruangan.
Sebagai perbandingan, kategori udara baik berada pada rentang PM2,5 sebesar 0–50, yang tidak menimbulkan efek kesehatan. Kategori sedang (51–100) masih tergolong aman bagi manusia, namun dapat berdampak pada tumbuhan sensitif. Sementara kategori sangat tidak sehat berada pada rentang 200–299, dan berbahaya di angka 300–500, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan serius pada populasi umum.
Baca Juga: Menteri Lingkungan Hidup Bakal Panggil Direktur Perusahaan Terkait Polusi Udara Jakarta
Dalam daftar IQAir, kota dengan udara terburuk di dunia ditempati oleh Delhi, India dengan skor 425, diikuti Lahore, Pakistan (252), Kuwait City, Kuwait (188), dan Mumbai, India (182). Jakarta menempati posisi kelima.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan bahwa Jakarta memiliki jaringan pemantauan kualitas udara terbesar di Indonesia, dengan 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) aktif di seluruh wilayah kota.
“Melalui sistem yang terintegrasi ini, kami dapat memantau kondisi udara secara real-time dan melakukan langkah mitigasi lebih cepat untuk melindungi kesehatan warga,” ujar Asep di Jakarta, Jumat 17 Oktober 2025.
Ia menambahkan, sistem pemantauan tersebut merupakan hasil kolaborasi antara DLH DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), BMKG, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, serta mitra sektor swasta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tengah mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system/EWS) untuk polusi udara guna meningkatkan respons cepat terhadap potensi peningkatan pencemaran.
(Sumber : Antara)