BRIN Temukan Mikroplastik Terkandung dalam Air Hujan Jakarta, Sebut Siklus Plastik Sudah Capai Langit

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 17 Okt 2025, 17:28
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pedagang jas hujan saat menawarkan dagangannya di tepi jalan ketika turun hujan di Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2025. ANTARA/Khaerul Izan Pedagang jas hujan saat menawarkan dagangannya di tepi jalan ketika turun hujan di Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2025. ANTARA/Khaerul Izan (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta – Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari berbagai aktivitas manusia di kawasan perkotaan.

Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, dalam keterangan di Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, menjelaskan bahwa sejak 2022 pihaknya telah meneliti kandungan air hujan di ibu kota dan mendapati adanya mikroplastik di setiap sampel. Partikel-partikel itu terbentuk akibat degradasi limbah plastik di udara yang berasal dari aktivitas manusia.

"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka," kata Reza.

Ia memaparkan, bentuk mikroplastik yang ditemukan sebagian besar berupa serat sintetis dan fragmen kecil plastik, yang mengandung polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan di Sperma Manusia: Ancaman Baru bagi Kesuburan

Reza menambahkan, rata-rata sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari ditemukan pada sampel air hujan di wilayah pesisir Jakarta.

Menurutnya, fenomena ini menandakan bahwa siklus plastik kini tidak hanya berhenti di lautan, melainkan telah mencapai atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, serta aktivitas industri, lalu terbawa angin dan akhirnya turun kembali ke permukaan bumi bersama hujan yaitu suatu proses yang dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition.

"Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan," ujarnya.

Reza menilai, kondisi ini mengkhawatirkan karena ukuran partikel mikroplastik yang sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu dan membuatnya mudah terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.

"Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," lanjutnya menegaskan.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Cenderung Berawan, Hujan Diperkirakan Akan Turun di Beberapa Titik

Meskipun penelitian lebih mendalam masih dibutuhkan, studi-studi internasional telah menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menyebabkan dampak serius bagi kesehatan, termasuk stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.

Dari sisi lingkungan, kandungan mikroplastik dalam air hujan juga berpotensi mencemari sumber air permukaan maupun laut, yang pada akhirnya masuk ke rantai makanan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, BRIN mendorong langkah lintas sektor yang lebih terarah. Reza menyebut pentingnya memperkuat riset dan pemantauan rutin kualitas udara serta air hujan di kota-kota besar, memperbaiki sistem pengelolaan limbah plastik sejak dari hulu, membatasi penggunaan plastik sekali pakai, meningkatkan fasilitas daur ulang, dan mendorong industri tekstil menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis.

Ia juga mengajak masyarakat untuk ikut berperan melalui langkah sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah secara sembarangan.

"Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya," tutur Muhammad Reza Cordova.

(Sumber: Antara) 

x|close