Ntvnews.id, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), Riva Siahaan, menampik bahwa kerugian negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus tata kelola minyak mentah, akibat dari tidak sesuainya kebijakan yang diambil dengan etika serta pedoman dalam pengadaan. Penasihat hukum Riva menilai kerugian yang terjadi karena proses bisnis biasa.
Hal ini dinyatakan penasihat hukum Riva dkk, dalam pembacaan eksepsi atau nota keberatan.
"Kerugian negara terjadi, menurut surat dakwaan, karena adanya perbuatan korporasi PT PPN sesuai dengan tujuan anggaran dasar dalam melakukan impor BBM dan penjualan BBM, dalam pelaksanaannya dinyatakan tidak dilakukan sesuai prinsip dan etika pengadaan, dan penjualan solar nonsubsidi tidak sesuai pedoman, padahal apa yang terjadi itu adalah proses bisnis dan upaya pengelolaan portofolio sebagaimana seharusnya," ujarnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Oktober 2025.
Pengacara Riva menegaskan, kliennya hanya menjalankan tugas, fungsi dan wewenang jabatan dalam pengadaan tersebut. Dalam dakwaan jaksa, juga disebutkan tak ada aliran dana yang diterima Riva.
Menurut penasihat hukum, apa yang dilakukan Riva semata demi keuntungan perusahaan.
"Tidak ada uraian bahwa pernah ada misalnya intervensi dari Terdakwa, apalagi kongkalikong, padahal Terdakwa hanya melakukan pekerjaan sesuai tugas dan wewenang jabatan demi keuntungan perusahaan," tuturnya.
Diketahui, dalam surat dakwaan yang dibaca jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan sebelumnya, disebutkan bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 285 triliun. Ada dua hal yang diduga menjadi pokok permasalahan, yaitu terkait impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM), dan terkait penjualan solar nonsubsidi.