Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memastikan Badan Pusat Statistik (BPS) akan menuntaskan kajian dampak kebijakan nihil kendaraan over dimension over loading (ODOL) terhadap biaya logistik dan ekonomi nasional pada Desember 2025.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan, kajian tersebut menjadi dasar penting untuk menentukan langkah strategis agar kebijakan zero ODOL tidak hanya efektif diterapkan, tetapi juga menghadirkan solusi ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
“Kajian BPS terkait dampak penerapan kebijakan ODOL terhadap biaya logistik, inflasi, dan perekonomian sedang disusun dan target selesai pada Desember 2025,” kata AHY dalam jumpa pers setelah Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL di Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025.
Baca Juga: Menko AHY Tegaskan Penanganan ODOL Jadi Atensi Langsung Presiden Prabowo
Menurut AHY, penyusunan kajian tersebut dilakukan secara cermat dan tidak tergesa-gesa untuk memastikan seluruh aspek—baik ekonomi, sosial, maupun keselamatan—terintegrasi dalam kebijakan penertiban kendaraan over dimension overload.
“Oleh karena itu, kami tidak ingin sembrono, tidak ingin grusa-grusu. BPS tadi sudah memaparkan dengan gamblang, walaupun studi dan analisanya masih terus dilakukan, masih perlu waktu untuk menuntaskan,” ujarnya.
Kajian tersebut mengambil sampel di dua provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang secara nasional menyumbang sekitar 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dari hasil awal, kebijakan zero ODOL dinilai berpotensi memberikan dampak positif terhadap efisiensi transportasi logistik jika dijalankan secara konsisten dan mendapat dukungan lintas kementerian dan lembaga.
Baca Juga: AHY Tegaskan Pentingnya Penerapan Aturan Jam Kerja 8 Jam bagi Sopir Truk Logistik
“Dari situ kita melihat memang ada dampak, tetapi sebetulnya yang menarik adalah, jika kita bisa menertibkan sekaligus mengawal kebijakan zero ODOL ini, justru ada dampak positif pada ekonomi,” beber AHY.
Ia menegaskan, persepsi publik yang menyebut kebijakan zero ODOL akan meningkatkan inflasi dan biaya logistik tidak sepenuhnya tepat, karena masih banyak potensi ekonomi yang bisa dioptimalkan melalui penataan kendaraan barang.
Menurutnya, kebijakan yang tepat sasaran justru dapat mendorong reinvestasi di sektor transportasi dan industri dalam negeri, membuka lapangan kerja baru, serta memperkuat ekonomi nasional.
Selain manfaat ekonomi, AHY juga menyoroti dampak sosial kebijakan zero ODOL yang diharapkan dapat meningkatkan keselamatan publik dan menekan angka kecelakaan lalu lintas yang selama ini banyak disebabkan kendaraan bermuatan berlebih.
Baca Juga: Aktivis Malaysia dan Italia Ungkap Kekejaman Israel: Kami Diperlakukan Seperti Binatang
Pemerintah kini tengah menyiapkan skema insentif dan disinsentif bagi pihak yang menaati maupun melanggar aturan ODOL, sebagai bentuk keseimbangan antara pendekatan edukatif dan penegakan hukum di lapangan.
AHY menegaskan, penegakan hukum bukan satu-satunya langkah, melainkan tahap akhir setelah dilakukan sosialisasi dan edukasi menyeluruh agar seluruh pelaku usaha memahami manfaat kebijakan zero ODOL secara komprehensif.
“Jadi banyak hal dampak yang sebetulnya secara ekonomi juga positif. Secara sosial juga demikian, kita berharap ini juga bisa menghadirkan sesuatu yang positif, karena sekali lagi kita tidak ingin ada siapapun yang menjadi korban kecelakaan akibat ODOL dan kerugian-kerugian lainnya,” kata AHY.
Ia menambahkan, pemerintah menargetkan kebijakan zero ODOL dapat berlaku efektif secara nasional mulai 1 Januari 2027.
Rapat penanganan kendaraan ODOL tersebut dihadiri perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, Badan Pusat Statistik, serta sejumlah pihak terkait lainnya.
Sebagai informasi, Menko AHY membawahi lima kementerian, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Transmigrasi, dan Kementerian Perhubungan.
(Sumber: Antara)