Ntvnews.id, Gaza - Penyelenggara Global Sumud Flotilla yang sedang menuju Gaza melaporkan pada Rabu bahwa sebuah kapal angkatan laut Israel kembali mendekati konvoi mereka. Peristiwa ini menjadi insiden kedua yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
The International Committee to Break the Siege of Gaza, selaku penyelenggara, mengumumkan melalui unggahan di platform media sosial X bahwa kapal perang Israel mendekati Alma, kapal utama dalam rombongan flotilla.
“Sebuah kapal Israel mendekati Alma—kapal utama dari Sumud Flotilla. Kapal itu mendekat sebelum akhirnya pergi,” tulis pernyataan tersebut, sebagaiman dikutip dari Al Arabiya, Kamis, 2 Oktober 2025.
Beberapa jam sebelumnya, pihak penyelenggara menuduh angkatan laut Israel melakukan “operasi intimidasi” terhadap konvoi dengan cara mengepung Alma serta kapal lainnya, Sirius, memutuskan komunikasi, hingga memaksa kapal bantuan itu bermanuver untuk menghindari tabrakan.
Baca Juga: 41 Senator AS Desak Pencabutan Larangan Visa bagi Warga Palestina
Konvoi bantuan kini telah mencapai jarak 118 mil laut (218 km) dari Gaza.
“Kami sekarang berada 118 mil laut dari Gaza hanya 8 mil laut (hampir 15 kilometer) dari tempat Madleen dicegat,” kata konvoi melalui saluran Telegram.
Pada Minggu, 28 September 2025 lalu, lembaga penyiaran publik Israel, KAN, melaporkan bahwa pemerintah Israel sedang mempersiapkan operasi penyitaan terhadap kapal-kapal tersebut, serupa dengan aksi sebelumnya saat kapal bantuan Madleen dan Handala dicegat pada Juni dan Juli.
Rombongan flotilla kali ini sebagian besar membawa bantuan kemanusiaan dan pasokan medis. Mereka berlayar beberapa hari lalu dengan tujuan menembus blokade Israel yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Baca Juga: Basarnas: Santri Kian Terhimpit Beton di Reruntuhan Ponpes Sidoarjo
Ini merupakan pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir puluhan kapal berlayar bersama menuju Gaza, wilayah yang dihuni sekitar 2,4 juta orang Palestina dan telah berada di bawah blokade Israel selama hampir 18 tahun.
Israel bahkan memperketat blokade pada 2 Maret dengan menutup semua jalur perbatasan dan menghalangi akses terhadap makanan, obat-obatan, serta bantuan lainnya. Akibatnya, Gaza kini mengalami kelaparan parah meski truk bantuan menumpuk di perbatasan.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 66.000 warga Palestina kebanyakan perempuan dan anak-anak ewas akibat serangan militer Israel. Pengeboman tanpa henti telah menghancurkan Gaza, membuatnya tidak layak huni, serta memicu krisis kelaparan dan penyebaran penyakit.