Ntvnews.id, Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) saat ini masih melakukan proses pembuktian terkait dugaan adanya pihak yang menjadi pendana dalam kerusuhan yang berlangsung pada 25–31 Agustus 2025.
“Ada beberapa daerah yang memang didapati adanya pendana atau aliran dana yang saat ini masih proses pembuktian,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.
Djuhandhani menjelaskan bahwa sejak awal terjadinya kerusuhan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah memberikan asistensi ke 15 polda. Dalam sejumlah wilayah, penyidik menemukan indikasi adanya individu yang menyalurkan dana untuk mendukung terjadinya kerusuhan.
Namun, lanjutnya, asal-usul dana tersebut masih dalam tahap pendalaman.
“Pembuktian ini adalah melalui proses yang saintifik. Nanti kami terus berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran-aliran dana. Saat ini sedang berproses,” kata Djuhandhani.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu, Bareskrim Polri bersama 15 polda jajaran melaporkan bahwa mereka telah menangani 246 kasus terkait kerusuhan di berbagai daerah Indonesia sepanjang 25–31 Agustus lalu.
Baca Juga: Polri Tetapkan 959 Tersangka Kerusuhan, 295 di Antaranya Anak-Anak
Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol. Syahardiantono, menuturkan bahwa total ada 959 tersangka yang telah diamankan. Dari jumlah itu, 664 orang merupakan dewasa, sedangkan 295 lainnya adalah anak-anak.
Menurut Syahardiantono, modus yang dilakukan para tersangka antara lain menghasut dan mengajak masyarakat untuk melakukan kerusuhan lewat poster maupun media sosial, menyebarkan konten kerusuhan di media sosial untuk memprovokasi, menghasut untuk melakukan pembakaran, merakit serta menggunakan bom molotov, melakukan aksi kerusuhan, hingga menganiaya aparat maupun warga.
Atas perbuatannya, ratusan tersangka tersebut dikenakan berbagai pasal, termasuk Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan, Pasal 362 KUHP tentang pencurian, Pasal 212 KUHP mengenai kekerasan terhadap pejabat, hingga UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan dan penggunaan senjata tajam, molotov, serta petasan.
(Sumber: Antara)