Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mempertanyakan terminologi operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menurutnya bergeser dari makna aslinya. Hal ini dinyatakan politikus NasDem itu, menyikapi OTT KPK terhadap koleganya di partai, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto lantas merespons Sahroni. Menurut dia, KPK tak pernah menggunakan terminologi OTT. Istilah OTT, kata dia, muncul dari masyarakat kala KPK melakukan penindakan.
"Jadi terminologi OTT ini sebenarnya kami tidak pernah menyampaikan, pimpinan. Ini adalah terminologi yang mungkin menjadi sebuah kebiasaan, budaya, atau masyarakat menganggap ini adalah sebuah istilah gitu, operasi tertangkap tangan," ujar Budi saat rapat dengan Komisi III DPR, Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.
Budi mengatakan, KPK kerap menggunakan istilah tindakan penyelidikan, bukan OTT. Ini sesuai dengan Pasal 102 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.
Baca Juga: Sahroni Ngomel ke KPK, Gara-gara Istilah OTT
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (YouTube TVR Parlemen)
"Kami laporkan juga bahwa penanganan masalah pemberantasan tidak pidana korupsi ini. Jadi kami berpikirnya secara normatis, sistematis artinya bahwa normatif sistematis ini adalah perbuatan yang digolongkan kepada extraordinary crime," jelas Budi.
"Oleh karena itu, maka penanganan cara-cara penindakannya pun kami juga lakukan secara extraordinary crime. Tapi dengan batasan berdasarkan aturan norma undang-undang yang menjadi payung hukum yang bisa dilakukan oleh KPK," imbuhnya.
Sebelumnya, Sahroni 'marahi' Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto. Momen ini terjadi saat Komisi III rapat dengan KPK pada hari ini.
Baca Juga: Sahroni Minta Kapolri Copot Kapolres Garut Kalau Tak Cepat Tangkap Dokter Cabul
"Mending namanya diganti. Jangan OTT lagi, tetapi pelaku tindak pidana, atau orang yang pisah tempat bisa saja dikenakan pasal turut serta, bahwa yang bersangkutan adalah pelaku dari tindak pidana yang sebelumnya ditangkap," jelasnya.
KPK menggelar OTT terkait kasus di Kolaka Timur pada 7 Agustus 2025. Operasi itu dimulai dengan penangkapan beberapa pihak di Jakarta dan Kendari.
Tim KPK lalu bergerak cepat ke Makassar, Sulawesi Selatan, guna menangkap Bupati Kolaka Timur sesaat setelah yang bersangkutan selesai mengikuti Rakernas Partai NasDem. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh lantas meminta anak buahnya di DPR memanggil KPK terkait persoalan ini.